Mengapa Orang Jepang Bisa Hidup Lebih Lama dan Sehat? Begini Kata Ahli

Jumat, 26 Desember 2025 | 06:36:29 WIB
Lansia di Jepang rutin olahraga agar tetap sehat.

RIAUAKTUAL (RA) - Jepang dikenal sebagai salah satu negara dengan angka harapan hidup tertinggi di dunia. Tak hanya berumur panjang, populasi lansia di negara tersebut juga relatif lebih sehat dan mandiri.

Banyak orang mengira faktor genetik menjadi kunci utama. Tetapi, menurut dokter rahasianya justru terletak pada kebiasaan hidup sehari-hari. Hal ini diungkapkan oleh konsultan ahli bedah saraf di Rumah Sakit Manipal, Malleshwaram, Dr Sharan Srinivasan.

Berdasarkan pengalamannya menjalani fellowship selama enam bulan di Universitas Kedokteran Wanita Tokyo pada 2015, ia melihat langsung bagaimana gaya hidup orang Jepang berperan besar dalam menjaga kesehatan jangka panjang.

"Umur panjang di Jepang bukan soal gen semata. Tetapi, bagaimana orang hidup, berpikir, dan merawat kesehatannya sejak muda," tutur Dr Srinivasan, dikutip dari India Today.

Ia menilai pendekatan kesehatan di Jepang bersifat preventif. Masyarakat tidak menunggu sakit untuk berobat, melainkan aktif mencegah penyakit, menjaga kebugaran fisik, dan tetap merangsang fungsi otak hingga usia lanjut.

Kebiasaan yang dilakukan secara konsisten selama puluhan tahun inilah yang berdampak besar pada kualitas kesehatan.

Ketenangan dan Disiplin Jadi Gaya Hidup
Salah satu hal yang paling mencolok di Jepang adalah sikap masyarakatnya yang tenang di ruang publik. Suara keras, pertengkaran, atau luapan emosi jarang terlihat, bahkan di tempat ramai seperti kereta atau jalanan kota.

Menurut Dr Srinivasan, ketenangan ini bukan sekadar etika sosial, melainkan kebiasaan yang dibentuk sejak kecil dan dijaga sepanjang hidup. Pengendalian emosi yang stabil membantu menekan stres kronis, faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jantung dan otak.

Rasa hormat, kesabaran, dan disiplin diri akhirnya tidak hanya membentuk tatanan sosial. Tetapi, itu juga mendukung kesehatan mental dan fisik masyarakatnya.

Jalan Kaki Jadi Aktivitas Harian
Di Jepang, olahraga tidak terlalu identik dengan gym atau latihan khusus. Berjalan kaki justru menjadi bagian alami dari rutinitas harian.

Rata-rata, orang Jepang berjalan sekitar 7-7,5 km per hari. Misalnya dari rumah ke stasiun, kantor, hingga kembali pulang.

Hal yang tidak kalah penting, aktivitas ini dilakukan dengan ritme cepat dan konsisten, sehingga memberi manfaat kardiovaskular yang nyata. Kebiasaan ini juga terus dipertahankan hingga usia lanjut.

"Banyak lansia Jepang tetap aktif dan mandiri jauh setelah pensiun, berbeda dengan masyarakat yang aktivitas fisiknya menurun drastis seiring bertambahnya usia," jelasnya.

Pemeriksaan Otak Sejak Dini
Pendekatan preventif juga terlihat jelas pada perawatan kesehatan otak. Jepang memiliki angka aneurisma serebral yang relatif tinggi, yaitu kondisi pelemahan dinding pembuluh darah otak yang berisiko pecah dan menyebabkan perdarahan fatal.

Maka dari itu, pemeriksaan otak rutin menjadi hal yang umum, bahkan dilakukan setiap tahun. Banyak kasus aneurisma ditemukan secara tidak sengaja saat skrining dan langsung ditangani sebelum menimbulkan komplikasi serius.

Dr Srinivasan menekankan bahwa di Jepang, usia bukan alasan untuk menolak tindakan medis. Pasien berusia 80-an tetap menjalani operasi jika itu membantu mereka mempertahankan kualitas hidup dan kemandirian.

Kemandirian Melatih Ketahanan Tubuh
Kemandirian juga menjadi ciri khas masyarakat Jepang, termasuk saat dirawat di rumah sakit. Pasien umumnya tetap berjalan sendiri, mengurus kebutuhan pribadi, dan aktif dalam proses pemulihan, meski masih terhubung dengan infus.

Pendamping keluarga jarang terlihat, yang menegaskan bahwa pasien dipandang sebagai subjek aktif, bukan pasif. Menurut Dr Srinivasan, sikap ini membangun ketahanan fisik sekaligus kepercayaan diri lebih cepat dan kesehatan jangka panjang.

Otak Harus Terus Dipakai
Dari sisi neurologi, aktivitas mental berkelanjutan sangat penting untuk penuaan yang sehat. Dr Srinivasan menyebut otak bekerja dengan prinsip sederhana, jika tidak digunakan fungsinya akan menurun.

Di Jepang, banyak lansia tetap bekerja, belajar hal baru, memecahkan masalah, dan terlibat dalam aktivitas intelektual. Stimulasi mental ini membantu menjaga fungsi kognitif dan menunda penurunan daya pikir akibat usia.

Namun, ia juga menyoroti sisi lain yang menjadi tantangan. Tingginya angka bunuh diri di Jepang menunjukkan beban emosional yang besar, kemungkinan terkait kemandirian ekstrem dan minimnya interaksi keluarga.

Artinya, meski kesehatan fisik baik, dukungan emosional tetap perlu diperkuat.

Perlu Pendekatan yang Seimbang
Dr Srinivasan menilai dunia bisa belajar banyak dari Jepang, mulai dari disiplin, ketenangan, gaya hidup aktif, hingga pemeriksaan kesehatan preventif. Tetapi, ia mengingatkan pentingnya keseimbangan.

"Kesehatan fisik perlu disertai dengan dukungan emosional, ikatan sosial, dan perhatian pada kesehatan mental," bebernya.

Pendekatan holistik yang menggabungkan pencegahan penyakit, aktivitas fisik dan mental, serta hubungan emosional diyakini dapat membantu seseorang hidup lebih lama, lebih sehat, dan tetap mandiri hingga usia lanjut.

Terkini

Terpopuler