Hutan Lindung Bukit Batabuh Kuansing terus dibabat, Pemkab tak berdaya

Senin, 16 Januari 2017 | 18:59:00 WIB
hutan rusak

Riauaktual.com - Hutan lindung Bukit Batabuh yang terletak di perbatasan antara Provinsi Sumatra Barat dengan Kabupaten Kuansing Riau kondisinya semakin terancam. Sebab dari hari ke hari terus dibabat secara illegal baik oleh personal maupun perusahaan perkebunan.

Meskipun Pemerintah Kuansing telah berupaya melakukan pencegahan dan meminta ketegasan kepada pemerintahan Provinsi Riau agar hutan tersebut diawasi dari para mafia perusahaan perkebunan dan ilegal loging, namun upaya tersebut sama di ibaratkan anjing menggonggong kafila berlalu. Sebab apapun upaya yang dilakukan oleh Pemkab Kuansing terkesan diabaikan oleh para pemburu tanah dan kayu.

Berdasarkan keterangan dari warga yang tidak jauh dari wilayah Bukit Batabuh seperti masyarakat Lubuk Jambi, Edi, mengatakan kepada Riauaktual.com, mayoritas yang banyak mengambil tanah hutan lindung tersebut adalah masyarakat luar dari Kuansing terutama perusahaan yang berasal dari Sumatra Barat.

Lanjut Edi, rata-rata perusahaan yang membabat hutan lindung tersebut selalu dibekingi oleh oknum aparat, sehingga warga tidak bisa menegur, takut ancaman oknum tersebut.

"Kami kesal pak, kalau kami yang berbuat mungkin langsung ditindak, tapi jika perusahaan seperti itu, sepertinya tidak terjadi sama sekali, akhirnya terkesan pelarangan terhadap masyarakat itu, merupakan keuntungan bagi perusahaan tersebut," kesalnya.

Dari data yang ada, kawasan Hutan Lindung Bukit Betabuh yang ada di Kecamatan Kuantan Mudik dan Pucuk Rantau, Kabupaten Kuantan Singingi, luasnya sekitar 44.000 hektare. Sementara kondisi hutannya tidak seberapa lagi, hanya kawasannya yang sebanyak 44.000 Ha.

Terbetik informasi bahwa, perusahaan yang diduga menggarap kawasan hutan yang dilindungi tersebut adalah, PT Sumbar Andalan Kencana (SAK) yang berlokasi di Damasraya, Provinsi Sumatera Barat. Perusahaan tersebut diduga memiliki lahan seluas 500 hektare. Kemudian PT. Palma yang juga berasal dari Timpe, Sumatera Barat diduga memiliki lahan seluas 350 hektare.
 
"PT. SAK membuka lahan sekitar 500 hektare di desa Sungai Besar dan Perhentian Sungkai, PT. Palma 500 hektare juga di Sungai Besar," jelasnya.
 
Sementara Pemerintah Kuansing terkesan tidak berdaya untuk melakukan pencegahan perbuatan pembabatan secara haram tersebut, Bahkan Plt Dinas Kehutanan Kuansing, Abriman melalui Polhut Umbradani, kepada wartawan mengaku kesulitan, karena kekurangan personil yang kini hanya 9 orang, begitu juga dengan kendaraan operasional. (am)

Terkini

Terpopuler