Riauaktual.com - Kebijakan pemerintahan Jokowi-MA yang mensyaratkan BPJS Kesehatan masuk menjadi syarat jual beli tanah, menuai kritik. Kebijakan pemerintah ini disebut mulai oleng.
Diketahui, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) membuat kebijakan yang menempatkan kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjadi salah satu syarat jual beli tanah.
Kebijakan lewat Surat Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian ATR/BPN Nomor HR.02/153-400/II/2022 itu dinilai aneh dan menyimpang.
“BPJS ini jaminan sosial dan erat hubungan dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Tenaga Kerja tak ada sangkut pautnya dengan Kementerian Agraria,” tegas Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, Minggu (20/2).
Selain menyimpang dari UU Agraria dan Tata Ruang, dia juga menilai kebijakan itu sudah lari dari konteks.
Menurutnya, kebijakan ini telah ngawur dan tanpa pertimbangan yang matang.
Selain itu, dia menilai bahwa yang seharusnya lebih penting diurus Kementerian Agraria dan Pertanahan adalah mafia tanah dan penerbitan hak milik.
“Pemerintah harus mengkaji penyerobotan lahan tanpa membayar atau yang tak sesuai pembicaraan dan perjanjian,” jelasnya sebagaimana dikutip dari Pojoksatu.id.
“Contoh di Sumut, tanah yang dijadikan jalan tol seusai perjanjian dibayar Rp 1 juta per meter, tapi buntuthya hanya Rp78 ribu per meter,” sambungnya.
Jerry Massie menilai banyak kebijakan yang tidak jelas arahnya saat pandemi. Pemerintah mulai kehilangan kebijakan rasional dan mengedepankan akal sehat.
“Kelihatannya kebijakan kita sejak pandemi Covid-19 mulai oleng, tak jelas arah dan tujuannya,” kata Jerry Massie