Riauaktual.com - Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyoroti fenomena mudik, yang telah menjadi budaya nasional yang inklusif.
Meski berkaitan erat dengan hari besar agama Islam, tetapi mudik dimanfaatkan oleh semua umat beragama. Karena itu, jumlah mudik dari tahun ke tahun selalu besar.
Meskipun kadang mudik berfungsi rekreatif dan refreshing bagi sebagian orang, Mu'ti menilai, mudik memiliki pesan agung. Menjaga dan menyambung tali silaturahim di antara keluarga besar dan tetangga di kampung halaman.
“Di situlah kemudian, kita merasa ada suasana yang berbeda. Ada suasana yang baru. Tetapi seringkali, orang yang mudik justru tidak bersalaman dengan saudaranya. Tidak saling bermaafan. Bahkan, hanya di rumah saja,” kritik Mu’ti melalui situs resmi Muhammadiyah.
“Bahkan kadang-kadang, mudik menjadi arena show off force untuk unjuk kekuatan. Pamer keberhasilan. Bahwa sebagai perantau, dia sudah berhasil dan pulang dengan segala tampilan keberhasilannya itu,” imbuhnya.
Sehingga, kadang-kadang, orang yang merasa tidak berhasil, jadi tidak berani mudik.
"Ini sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan,” ucap Mu'ti.
Karena itu, Mu’ti berpesan agar momentum mudik digunakan sebaik-baiknya untuk menyambung tali silaturahmi, saling meminta maaf, dan menjaga perasaan saudara atau orang lain yang masih berjuang untuk sejahtera.
"Dalam mudik, yang penting kita bersilaturahmi membangun kembali hubungan dengan saudara dan kerabat kita yang jarang kita sering melihatnya,” pesan Mut’i.
“Supaya kita juga bisa mudik spiritual. Dosa kita diampuni. Meski minta maaf bisa kapan saja,” pungkasnya.
Sumber: RM.id