PEKANBARU (RA) - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau menggelar coffee morning bersama sejumlah lembaga penyiaran televisi dan radio untuk menghimpun masukan terkait rencana revisi Undang-Undang Penyiaran.
Pertemuan ini menjadi wadah bagi pelaku industri penyiaran untuk menyampaikan persoalan dan harapan mereka terhadap regulasi yang telah berusia lebih dari dua dekade tersebut.
Komisioner KPID Riau, Hisyam Setiawan, menegaskan bahwa fokus utama agenda ini adalah memastikan revisi UU Penyiaran nantinya tidak justru memberatkan media lokal, terutama di tengah kondisi industri penyiaran yang kian terpuruk.
"Agenda ini kita fokuskan untuk menghimpun dan memberikan peluang bagi lembaga penyiaran, baik televisi maupun radio, untuk memberikan masukan terkait hal-hal penting dalam revisi ke depan," ujarnya.
Hisyam mengungkapkan, banyak catatan yang disampaikan lembaga penyiaran dalam diskusi tersebut. Salah satunya mengenai semakin sulitnya mereka memperoleh pendapatan, sementara kewajiban terhadap negara tetap tinggi.
Kondisi ini membuat pelaku industri berharap revisi UU dapat memberikan ruang yang lebih adil, termasuk bagi lembaga penyiaran publik yang selama ini dinilai dibebani target tertentu sehingga membatasi kreativitas.
Selain itu, perubahan ekosistem media juga menjadi sorotan penting. Masifnya platform digital yang tidak memiliki standar pengawasan seperti penyiaran konvensional dinilai menjadi ancaman bagi ketertiban informasi publik.
"Kita tahu di berbagai platform digital banyak informasi yang cepat, tapi belum tentu akurat. Ini tantangan kita bersama. Kita berharap ada aturan yang jelas bagi siapa pun yang menggunakan atau mengelola platform digital tersebut," tegas Hisyam.
Ia menambahkan terdapat beberapa poin penting yang harus diakomodir dalam revisi UU Penyiaran. Mulai dari penguatan kelembagaan KPI baik di pusat maupun daerah.
"Kemudian perlindungan kepentingan publik di daerah, agar masyarakat mendapatkan informasi sesuai kebutuhan lokal. Penyesuaian perkembangan teknologi, agar regulasi tidak tertinggal dari realitas penyiaran modern. Dan sejumlah poin-poin penting lainnya," ujarnya.
Di sisi lain, Akademisi UIN Suska Riau sekaligus praktisi penyiaran, Asyari Abdullah, S.Sos., M.I.Kom, menyoroti bahwa revisi UU Penyiaran sudah sangat mendesak. Ia mengingatkan agar revisi ini tidak hanya berorientasi pada kepentingan pusat.
"Kita berharap revisi Undang-undang Penyiaran yang sudah hampir 23 tahun tidak pernah terselenggara ini bisa segera diwujudkan. Jangan hanya Jakarta centris. Indonesia itu luas," ujarnya.
Asyari menilai media-media lokal kini berada dalam situasi sulit akibat perpindahan dari sistem analog ke digital serta derasnya arus konvergensi media. Media lokal kian redup, sementara dominasi korporasi media besar terus menguat.
"Penderitannya sudah cukup bagi media-media lokal. Kita berharap revisi UU nanti dapat mengatasi masalah ini, sehingga media lokal dan nasional bisa bermain setara. Dengan suburnya media lokal, konten daerah bisa tumbuh dan memberikan edukasi kepada masyarakat," tuturnya.
Diskusi tersebut diharapkan menjadi langkah awal bagi KPID Riau dalam memperjuangkan regulasi yang lebih adil, adaptif, dan berpihak pada kepentingan publik, terutama bagi keberlangsungan media lokal yang menjadi ujung tombak informasi daerah.
