Mengenal Lebih Dalam Lahirnya Idul Adha

Mengenal Lebih Dalam Lahirnya Idul Adha
Idul Adha

NASIONAL (RA) - JIKA membahas Hari Raya Idul Adha, tentu tak bisa lepas dari keteladanan Nabi Ibrahim. Seperti apa kisahnya?

Nabi Ibrahim 'Alaihissalam adalah Nabi dan Rasul keenam yang diutus Allah ke dunia. Nabi Ibrahim lahir pada masa Raja Namrud yang bengis menguasai Kerajaan Babilonia.

Semasa remaja, ia tumbuh di lingkungan yang lekat dengan tradisi leluhur di mana masyarakatnya menyembah patung atau berhala.

Ibrahim yang merasa bahwa tradisi ini adalah salah, melakukan pencarian Tuhan yang menciptakan semesta.

Dengan tegas ia menentang tradisi menyembah berhala. Ia pun hijrah ke Mesir untuk melanjutkan dakwahnya, hingga kemudian sampai ke Palestina dengan membawa serta sang istri, Siti Sarah.

Di Palestina, Nabi Ibrahim menikah dengan Siti Hajar yang merupakan putri dari Kerajaan Mesir. Siti Sarah yang merasakan kecemburuan meminta suaminya untuk menjauhkan Siti Hajar.

Nabi Ibrahim pun menuruti keinginan istri pertamanya dan membawa Siti Hajar beserta putranya, Ismail yang masih kecil pergi tanpa tujuan.

Tibalah mereka di kota Makkah yang masih gersang. Kemudian Nabi Ibrahim meninggalkan istri dan putra kecilnya di sana dengan sedikit perbekalan.

Dari hari ke hari, perbekalan semakin menipis, sementara di daerah tersebut tidak ada tumbuh-tumbuhan untuk dijadikan sumber makanan.

Untuk bertahan hidup bersama Ismail, Siti Hajar pun berlari-lari di antara Bukit Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali untuk mencari air.

Melihat keteguhan hati Siti Hajar, Allah pun mengutus malaikat Jibril untuk menginjakkan kakinya ke atas tanah yang kemudian muncullah air jernih dari dalam tanah.

Air tersebut meluap ke mana-mana. Sehingga kemudia malaikat Jibril berkata "Zamzam!" yang artinya "berkumpullah". Sumber air inilah yang membuat banyak orang datang dan kelak dikenal sebagai air Zamzam yang selalu dibawa oleh jamaah haji saat kembali ke Tanah Air.

Setelah sekian lama, Nabi Ibrahim pun kembali ke Makkah untuk mengunjungi istri dan putranya. Belum lama menikmati kebersamaan dengan Ismail, Nabi Ibrahim kembali mendapat ujian kesetiaan pada Allah.

Pada saat itu, melalui sebuah mimpi, Allah memerintahkannya untuk menyembelih Ismail. Ia menganggap ini adalah ujian untuk membuktikan bahwa dirinya lebih setia kepada Allah tanpa takut mengorbankan putranya sendiri.

Ketika Nabi Ibrahim menyampaikan perintah Allah kepada Ismail, bukan ketakutan yang dirasakan putranya itu. Melainkan rasa ikhlas untuk menuruti perintah Allah.

Ismail mengatakan pada ayahnya untuk mengikat tubuhnya, sehingga tidak menyulitkan Nabi Ibrahim untuk menyembelihnya.

Saat Nabi Ibrahim bersiap menyembelih Ismail dengan sebilah pedang, tiba-tiba pedang tersebut tumpul. Setelah dicoba lagi, pedang yang awalnya tajam masih tetap tumpul.

Kemudian Allah menyampaikan wahyu untuk menebus Ismail dengan sebuah domba yang ada di sampingnya.

Keteladanan inilah yang bisa diambil dari sosok Nabi Ibrahim. Ia rela mengorbankan putra yang dicintainya untuk membuktikan besar cintanya pada Allah. Inilah awal mula perintah kurban yang pada Hari Raya Idul Adha.

Beberapa tahun kemudian, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mendirikan Ka'bah di Makkah. Sebuah batu hitam diletakkan di salah sudut Ka'bah yang disebut Hajar 'Aswad.

Dalam Surah An-Nahl 16:120, tertulis "Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan yang patuh kepada Allah, serta hanif, dan ia bukanlah golongan orang musyrik".

Hingga saat ini, ibadah Haji dan penyembelihan hewan kurban yang dilakukan pada Hari Raya Idul Adha adalah bentuk penghormatan umat Islam di seluruh dunia terhadap pengabdian Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Demikian dilansir dari berbagai sumber.  

Berita Lainnya

index