Riauaktual.com - Tiga pasangan calon (paslon) Gubernur dan Gubernur Riau untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 telah ditetapkan yaitu Abdul Wahid-SF Hariyanto di nomor urut 1, M Nasir-HM Wardan nomor urut 2 dan Syamsuar-Mawardi dengan nomor urut 3.
Paslon nomor urut 1 Abdul Wahid-SF Hariyanto yang diusung oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu membawa visi "Riau Berbudaya Melayu, Dinamis, Ekologis, Agamis dan Maju" dengan tujuh butir misi.
Agar masyarakat mengenal lebih lanjut para calon pemimpin Riau untuk lima tahun ke depan, riauaktual.com telah merangkum profil serta rekam jejak Abdul Wahid sebagai berikut:
Profil Abdul Wahid
Abdul Wahid lahir di sebuah dusun bernama Anak Peria Desa Belaras, Kecamatan Mandah, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau, pada 21 November 1980.
Tak lama setelah kelahirannya, Abdul Wahid atau yang lebih akrab disapa Wahid itu diboyong kedua orangtuanya ke Desa Sei Simbar, masuk wilayah Kecamatan Kateman namun masih di Kabupaten Indragiri Hilir.
Ia merupakan anak ke-tiga dari enam bersaudara, namun tak banyak informasi mengenai kedua orangtuanya selain sang Ayah berpulang ke rahmatullah Ketika Wahid berusia 10 tahun.
Abdul Wahid tercatat sebagai lulusan SD Negeri Sei Simbar pada tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan ke MTs Sei Simbar dan lulus pada tahun 1997.
Setelah menyelesaikan Mts, Wahid meninggalkan kampungnya untuk melanjutkan pendidikan atas di Ibukota Kabupaten, Tembilahan, tepatnya di MA Tembilahan.
Namun selang beberapa caturwulan mengenyam pendidikan di MA Tembilahan, Wahid diajak oleh kakak sepupunya untuk mondok di Pondok Pesantren Ashhabul Yamin di daerah Lasi Tuo Kecamatan Ampek Angkek Candung Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Setelah menuntaskan pendidikan di pondok pesantren, Abdul Wahid kembali ke Provinsi Riau tepatnya ke Kota Pekanbaru untuk melanjutkan S-1 di IAIN SUSKA Riau sekarang UIN SUSKA, ia diterima di fakultas tarbiyah jurusan pendidikan agama islam.
Saat menempuh Pendidikan S-1 di UIN Suska itulah Abdul Wahid mulai terjun ke dunia politik dengan menjadi kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai yang hingga kini masih memayunginya.
Abdul Wahid memperkaya pengalaman berorganisasinya dengan menjadi Wakil Sekretaris PC HMI tahun 2002–2003, lalu menjadi Wakil Sekretaris DPW PKB Riau pada tahun 2002–2004 dan tahun 2004–2009. Pada puncak karirnya di PKB, Abdul Wahid telah menjadi Ketua DPW PKB Provinsi Riau tahun 2011–2021 dan tahun 2021–sekarang.
Di tahun 2009, Abdul Wahid berhasil melenggang ke DPRD Provinsi Riau dan ditunjuk menjadi Ketua Fraksi Gabungan. Setelah menghabiskan satu periode, Abdul Wahid Kembali maju di Pemilu 2014 dan berhasil meyakinkan masyarakat untuk mempercayakan kursi perwakilan rakyat pada dirinya untuk kedua kali.
Pada Pemilu tahun 2019, Abdul Wahid memutuskan naik kelas dengan mencalonkan diri ke DPR RI dan sukses terpilih. Abdul Wahid pun berangkat ke Senayan untuk menjadi salah satu politikus dari Provinsi Riau yang berhasil duduk sebagai legislator pusat.
Setelah lima tahun di Senayan, Abdul Wahid Kembali mengikuti pentas politik di tahun 2024 dan sukses mejadi caleg peraih suara terbanyak untuk DPR RI. Namun ia memilih merelakan kursinya untuk melanjutkan pertarungan di Pilkada sebagai Calon Gubernur Riau, menggandeng eks Pj Gubri sekaligus Sekdaprov Riau SF Hariyanto sebagai Calon Wakil Gubernur Riau.
Harta Abdul Wahid
Berdasarkan pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, Abdul Wahid terakhir kali melaporkan hartanya pada 31 Maret 2024 untuk periodik 2023 dan SF Hariyanto pada 14 Maret 2024.
Menariknya, Abdul Wahid sebagai calon Gubernur Riau memiliki harta yang lebih sedikit dibandingkan SF Hariyanto yang merupakan wakilnya.
Dilihat dari LHKPN KPK, Abdul Wahid memiliki total kekayaan sebesar Rp4.806.046.622 sedangkan SF Hariyanto Rp14.052.491.162
Dalam bentuk tanah dan bangunan, Abdul Wahid memiliki 12 aset yang tersebar di Kota Pekanbaru, Indragiri Hilir, Kampar dan Jakarta Selatan senilai total Rp4.905.000.000.
Dua diantaranya yang ada di Pekanbaru adalah tanah dan bangunan seluas 100 m2/100 m2 seharga Rp800.000.000 dan seluas 20000 m2/20000 m2 dengan harga yang sama Rp800.000.000.
Di Kabupaten Kampar Ketua DPW Partai PKB Riau ini juga memiliki tanah dan bangunan seluas 14900 m2/14900 m2 senilai Rp.200.000.000 dan yang lain seluas 16400 m2/16400 m2 senilai Rp120.000.000.
Di Jakarta Selatan, ia juga memiliki tanah dan bangunan seluas 1555 m2/1555 m2 senilai Rp2,3 miliar.
Kemudian harta dalam bentuk tranportasi, Abdul Wahid memiliki mobil Toyota Fortuner Jeep tahun 2016 seharga Rp400.000.000 dan Mitsubishi Pajero tahun 2017 seharga Rp380.000.000.
Untuk harta berbentuk kas dan setara kas, Abdul Wahid memiliki Rp621.046.622. Namun ia juga memiliki hutan sebesar Rp1,5 sehingga total harta yang ia miliki berjumlah Rp4.806.046.622
Kontroversi Abdul Wahid
Rekam jejak digital Abdul Wahid menunjukkan ia pernah terseret kasus korupsi APBD Riau tahun 2014/2015 saat ia menjabat Ketua Fraksi Gabungan DPRD Riau.
Abdul Wahid dan sejumlah anggota DPRD Riau lainnya pada masa itu disebut menerima ‘jatah’ dari eks Gubernur Riau Annas Maamun. Pemberian jatah berupa uang tersebut merupakan suap untuk pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dakwaannya membeberkan pemberian hadiah atau janji dilakukan Annas Maamun sebagai Gubernur Riau periode 2009-2014 bersama Wan Amir Firdaus selaku Asisten II Ekonomi Pembangunan Setda Provinsi Riau.
Uang yang dijanjikan untuk anggota DPRD Riau dalam pembahasan RAPBD 2014 dan RAPBD 2015 sebesar Rp1.010.000.000, ditambah fasilitas pinjam pakai kendaraan yang nantinya bisa dimiliki anggota DPRD Provinsi Riau.
Janji tersebut diberikan kepada Johar Firdaus selaku Ketua DPRD Provinsi Riau periode 2009-2014, Suparman, Ahmad Kirjuhari, Riky Hariansyah, Gumpita, dan Solihin Dahlan selaku anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009 sampai dengan 2014.
Pemberian itu dengan maksud supaya mengesahkan RAPBD-P 2014 menjadi APBD 2014 dan RAPBD-P 2015 menjadi APBD 2015 sebelum diganti oleh anggota DPRD Riau hasil Pemilu Legislatif 2014.
JPU KPK berdasarkan keterangan saksi membeberkan Ketua DPRD Riau Johar Firdaus memperoleh jatah Rp125 juta, Wakil Ketua Rusli Ahmad Rp40 juta, Wakil Ketua Noviwaldi Rp40 juta, Wakil Ketua Hasmi Setiadi Rp40 juta.
Selanjutnya Ketua Komisi A Ilyas Labai Rp40 juta, Ketua Komisi B Zukri Rp40 juta, Ketua komisi C Andi Zainal Rp40 juta, Ketua Komisi D Bagus Santoso Rp40 juta, Ketua Fraksi Golkar Iwa Sirwani 40 juta.
Berikutnya Ketua Fraksi Demokrat Koko Iskandar Rp40 juta, Ketua Fraksi PDIP Robin P Hutagalung Rp40 juta, Ketua Fraksi PKS Mansur Rp40 juta, Ketua Fraksi PPP Rusli Efendi Abdul Hamid Rp40 juta, Ketua Fraksi Gabungan Abdul Wahid Rp40 juta, Ketua Fraksi PAN Ramli Sanur Rp40 juta.
Wakil Ketua Komisi B Nurzaman Rp40 juta, Anggota Komisi C Mahdinur Rp30 juta, Anggota Komisi D Edi Yatim Rp30 juta, Sekretaris A Syamsudin Saad Rp30 juta, Anggota Komisi C Solihin Dahlan Rp30 juta, dan saksi Riki Hariansyah Rp50 juta.
Namun dalam kasus tersebut Abdul Wahid serta anggota DPRD Riau lainnya hanya berstatus saksi.
Kontroversi Abdul Wahid berikutnya terjadi baru-baru ini ketika foto dan video dirinya bersama anggota Badan Badan Legislasi (Banleg) DPR RI lainnya viral di media sosial.
Abdul Wahid yang menjabat sebagai Wakil Ketua Baleg DPR RI diketahui mencoba menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat threshold dukungan dan syarat umur calon kepala daerah yang akan berlaga di Pilkada 2024 untuk membuka jalan bagi putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangareb, maju di Pilkada meskipun usianya belum cukup.
Keputusan DPR tersebut ditolak keras banyak kalangan dan berbagai lapisan masyarakat, menyebutnya sebagai kondisi darurat demokrasi dan memicu aksi demonstrasi besar-besaran. Akibat demonstrasi tersebut, sejumlah aktivis ditangkap polisi. Aksi pelemparan dan perobohan gerbang kantor DPR RI pun terjadi disulut emosi peserta aksi unjuk rasa.
Akibat protes dan pertentangan luar biasa dari masyarakat, keputusan 'kebut semalam' DPR RI itu kemudian dibatalkan.