JAKARTA (RA) - Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Dr. Gulat Medali Emas Manurung, C.IMA, C.APO, menegaskan bahwa perkebunan sawit bukan penyebab bencana banjir bandang yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera.
Ia menilai tudingan tersebut tidak berdasar dan tidak sesuai dengan temuan di lapangan.
Menurutnya, banjir Sumatera Utara merupakan provinsi dengan areal perkebunan sawit terluas ketiga di Indonesia, dengan konsentrasi terbesar di Langkat, Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu, Padang Lawas, Labusel, Labura, dan Simalungun.
Melalui laporan Ketua DPW Apkasindo Sumut H Gus Dalhari Harahap serta para ketua DPD, ia membenarkan bahwa perkebunan sawit di daerah tersebut terdampak bencana, namun bukan sebagai penyebab.
"Petani kita terdampak dalam arti tidak bisa panen karena infrastruktur rusak. Pabrik juga memperkecil masuknya buah. Ini masalah serius. Tapi bukan sawit yang jadi sumber bencana," ujar Gulat kepada riauaktual.com, Jumat (5/12/2025).
Ia menegaskan bahwa sumber persoalan berada di hulu, yakni aktivitas pemanfaatan kayu hutan di kawasan pegunungan yang kemudian memicu gelontoran material ketika hujan deras.
"Lihat saja, gelondongan kayu yang hanyut di sungai, semuanya bekas gergaji mesin dengan ukuran tertentu dan jenis kayunya menurut pengamatan saya jenis akasia pada umumnya," kata dia.
Temuan anggota Apkasindo di lapangan serta video yang beredar memperlihatkan kayu gelondongan yang sudah dikupas kulitnya dan bekas gergaji hanyut di sungai saat banjir.
"Kalau ada yang menuduh banjir bandang akibat perkebunan sawit, saya jawab, tidak benar. Perkebunan sawit justru menjadi korban dari aktivitas pembukaan kayu hutan. Bukti-buktinya jelas," tegasnya.
Menanggapi seruan publik agar aparat penegak hukum menindak aktivitas ilegal pemanfaatan kayu maupun alih fungsi lahan yang izinnya berasal dari Kementerian Kehutanan, ia menyatakan bahwa fokus pemeriksaan tidak boleh hanya berhenti pada perusahaan.
"Titik awal bencana bukan di perkebunan sawit. Kayu-kayu gelondongan itu jelas bukan dari kebun sawit, tapi dari pemanfaatan kayu hutan atau HTI," ujarnya.
"Jadi jangan hanya perusahaan yang diperiksa, tapi juga Kementerian Kehutanan sebagai pemberi izin dan lalainya tugas utama kementerian teknis tersebut," tegasnya.
Ia menilai evaluasi harus menyeluruh, terutama terkait prosedur perizinan pemanfaatan kawasan hutan dan kejadian ini harus menjadi cermin untuk masa mendatang.
Gulat mengatakan, para petani sawit juga ikut prihatin atas bencana tersebut dan sedang berkoordinasi untuk partisipasi bantuan dari kalangan petani sawit.
"Para pengamat saya sarankan jangan memperkeruh masalah, kita fokus saja ke penanganan pasca bencana ini. Diwaktunya biar APH bekerja untuk mengusutnya," pungkasnya.