EKONOMI (RA) - CEO Pacific Place Mall, Tan Kian menyebut penjualan barang mewah di Mal Pacific Place dibilangan SCBD, Jakartamengalami penurunan sekitar 20 persen.
"Penjualan Hermes mungkin turun tapi sedikit, tapi kalau yang middle turun seperti G Star turun dan Lafayette juga turun," katanya saat ditemui di Pacific Place Mall, Jakarta, Rabu (2/11).
Dia menduga, penurunan penjualan disebabkan pertumbuhan ekonomi global yang tidak kunjung membaik. Kondisi serupa juga dialami negara tetangga, seperti Singapura.
"Singapura sepi, Hongkong sepi, China sepi. Tapi jika dibandingkan kita masih oke kok," ujarnya.
Di lain hal, Tan mengklaim penurunan penjualan karena banyak orang kaya Indonesia mengikuti Tax Amnesty sehingga harus membayar uang tebusan.
"Saya kira ada, ini butuh recover sampai tahun depan mudah-mudahan jangan terlalu lama, kalau mereka (penjual) enggak laku kan nanti nggak bisa bayar sewa juga."
Kondisi lebih parah terjadi di Singapura. Mal seakan mati suri karena banyak toko yang tutup. Silakan klik selanjutnya.
Kondisi berbeda terjadi di Singapura, di mana banyak toko atau tempat perbelanjaan yang tutup. Selain itu, pengunjung mal juga sepi untuk melakukan aktivitas jual beli.
Mengutip laporan Bloomberg, banyak ruang kosong terlihat di pusat perbelanjaan. Bahkan, tingkat keterisian ruang belanja di mal Singapura menyentuh level terendah dalam 10 tahun terakhir. Padahal, harga sewa telah turun 1,5 persen dalam tiga bulan terakhir karena permintaan ruang belanja menurun secara signifikan.
Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong membenarkan ekonomi Singapura tengah melambat. Namun, dia membantah negaranya sedang mengalami krisis ekonomi. Menurutnya, Singapura tidak membutuhkan paket penyelamatan darurat, melainkan kebijakan jangka panjang untuk pertumbuhan.
Pada 2009 lalu, Singapura mengeluarkan paket penyelamatan ekonomi secara besar-besaran untuk memangkas biaya bisnis dan melindungi tenaga kerja. Namun, kali ini negara tidak membutuhkan karena masalahnya lebih kepada struktural.
"Ini bukan infeksi yang dapat disembuhkan dengan satu antibiotik, tetapi dengan sesuatu yang bisa bekerja dalam jangka panjang," ucapnya seperti dilansir dari btinvest.com, Rabu (2/11).
Dia mengibaratkan, sebuah vitamin dibutuhkan setiap hari untuk membangun kemampuan dan kekuatan baru. Untuk terus tumbuh dan menciptakan lapangan kerja baru, Singapura harus meng-upgrade dan merestrukturisasi ekonominya.
"Perlambatan ekonomi juga dirasakan negara lain karena perdagangan global masih melambat dan harga minyak masih rendah."
Lee optimis, ekonomi Singapura akan pulih dalam waktu dekat dan akan tumbuh 2 sampai 3 persen. Angka ini lebih tinggi dibanding negara maju lainnya.
Lalu, apa penyebab matinya mal di Singapura? Silakan klik selanjutnya.
Dilansir dari Asione, setidaknya ada dua alasan besar yang membuat mal di Singapura sepi pengunjung. Pertama adalah masalah ekonomi melemah dan kedua banyaknya masyarakat belanja secara online.
Sebagian masyarakat mengurangi belanja di tengah melambatnya perekonomian. Mereka hanya membeli kebutuhan dan bukan berarti berhenti belanja. Kemudian, sebagian masyarakat belanja secara online. Singapura merupakan salah satu negara pembeli online paling cerdas di Asia, menurut penelitian MasterCard.
Di balik itu semua, toko ritel di mal merasakan beban karena kurangnya belanja masyarakat dan turis yang datang ke Singapura. Belanja wisatawan asing di Singapura menurun untuk pertama kalinya dalam enam tahun terakhir. Kondisi ini cukup memukul pengusaha di sana.
Pendatang dari daratan China ke Singapura juga tercatat melambat karena mereka menghemat pengeluaran di tengah perlambatan ekonomi. (merdeka.com)