Riauaktual.com - Pemerintahan Provinsi yang dipimpin Gubernur Riau, Syamsuar mendapat kritikan, terkait aliran dana APBD penanganan Covid-19. Kemudian, adanya pengangkatan mantan napi diangkat mengisi jabatan eselon III di Pemprov Riau.
Hal ini dibahas oleh Aliansi Mahasiswa dan Pemuda se-Riau dalam diskusi publik, pada hari Sabtu (26/09/2020) lalu.
Akademisi Universitas Lancang Kuning (Unilak) Dr HM Yusuf Daeng, yang bertindak sebagai narasumber acara tersebut mengatakan bahwa seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), jika divonis bersalah oleh majelis hakim dalam jangka dua tahun secara otomatis harus dipecat.
Menurutnya, kalau PNS terlibat kasus hukum? minimal 2 tahun secara otomatis di pecat. Kalau dia akan duduk lagi, itu persoalan etika.
''Dalam hukum ada nilai kepatutan. Persoalan duduk tak duduk adalah persoalan politis, tapi ini lebih kepada persoalan patut dan tidak patut,'' jelasnya.
Dalam undang-undang, jelas Yusuf Daeng, memang hingga saat ini tidak ada melarang seorang ASN yang sudah tersandung masalah hukum dilarang duduk menjadi pejabat.
Dia melanjutkan, layak tidak layak orang itu duduk didalam undang-undang tidak ada mengatakan orang itu tidak boleh duduk, sampai hari ini tidak ada. Sedangkan, persoalan duduk tak duduk adalah persoalan politis.
''Persoalan dasar hukum tidak ada dasar hukum. Tetapi persoalan etika patut tidak patut itu yang menjadi persoalan,'' tegasnya.
Ade Hartati anggota DPRD Riau yang juga menjadi narasumber, menegaskan sebelumnya PAN mendukung Gubernur Riau, Syamsuar pada saat Pemilihan Gubernur (Pilgubri) lalu. Karena berdasarkan kepercayaan dengan harapan dapat membawa Riau menjadi lebih baik lagi.
Apa yang dilakukan Gubernur, salah satu dari banyak dari kepala daerah yang ada di Indonesia pada umumnya menyampingkan kepercayaan ketika sudah duduk menjadi pejabat publik.
''Banyak kepala daerah yang mengenyampingkan kepercayaan masyarakat, lebih mengedepankan pola-pola transaksional dengan berterimakasih kepada si ini dan si itu. Itu yang buat negara ini tidak pernah bagus,'' tegasnya.
Menurut perempuan yang juga anggota Komisi V DPRD Riau ini menjelaskan, bahwa kepala daerah yang sudah terpilih sejatinya bisa menjaga kepercayaan masyarakat tersebut, dengan cara mengedepankan kekuatan sosial dengan menerapkan pola tidak pragmatis.
Ia mencontohkan, kamu memilih seseorang bukan karena uang. Namun seseorang itu memilih karena visi misi untuk menumbuhkan kepercayaan ketika maju pemilihan dan tidak butuh modal banyak.
''Itulah yang namanya trust,'' pungkasnya.
Sementara itu Zulkardi Kordinator Umum (Kordum) aliansi mahasiswa dan pemuda se-Riau mengatakan Good Goverment atau pemerintah yang baik harus mencerminkan proses penempatan para pejabat nya melalui proses seleksi transparan, akuntabel dan profesional dengan mekanisme yang telah diatur oleh undang undang dan peraturan pemerintah, UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan PP No. 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
Lanjutnya dalam melakukan pemilihan pejabat yang akan mendukung kinerja pemerintah, harus melibatkan pihak pengawas eksternal yang independen guna menghasilkan para pejabat yang memimiliki kapabilitas dan kompetensi dibidang nya serta menghasilkan pejabat yang tidak berperilaku koruptif didalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab nya sesuai dengan sumpah jabatan dan fakta integritas yang telah di tanda tangani oleh pejabat tersebut pada saat dilantik.
''Mantan narapidana indra satria lubis seharusnya tidak lulus didalam Proses Asessment jabatan yang dilakukan oleh BKD Propinsi Riau, terutama pada tahap proses tes Kepatutan dan kelayakan seorang calon pejabat. Seharusnya ASN tersebut tidak selayaknya diberikan jabatan melihat UU ASN nomer 5 tahun 2014, sanksinya adalah pemecatan. Bukannya mendapat sanksi tapi ini justru mendapatkan jabatan,'' tegasnya.
''Saya sebgai kordintor meminta gubernur mennon aktifkan Indra Satria Lubis sebagai eselon III, jika tidak di realisasikan maka kami akan terus tuntut sampai kapanpun. Biar tidak ada lagi mantan napi bisa di angkat menajdi pejabat di Pemprov Riau,'' pungkasnya
Terkait aksi yang dilakukan aliansi mahasiswa dan pemuda riau, menurut dia, Gubernur harus segera tindak lanjuti ini karena UU jelas sudah mengatur.
Bahkan bukannya mendapatkan sanksi malahan mendapatkan hadiah jabatan. Seharusnya terhadap mantan terpidana itu diberikan sanksi pemberhentian sebagai ASN karena Aturan hukumnya ada dan mengatur itu yakni terhadap asn yang terpidana diberhentikan sebagai ASN yang dihukum pidana 2 tahun lebih.
''Hal ini tentunya menjadi pertanyaan masyarakat atas kebijakan salah dari orang nomor 1 di riau ini,'' katanya.
Menurutnya, seharusnya pemerintah sebagai corong contoh masyarakat agar masyarakat patuh terhadap aturan. Jangan nantinya menjadikan warga tidak taat aturan, karena pepatah mengatakan bapak kencing berdiri anak kencing berlari.
''Mantan napi harusnya diberi sanksi namun syamsuar memberi hadiah jabatan,'' tegasnya.
Pemerintah corong masyarakat terhadap penegakan aturan. Namun sekarang pemerintah mencontohkan kepada masyarakat untuk melanggar hukum.
''Jadi jangan syamsuar selaku gubernur mengharapkan masyarakat yang taat hukum jika dia sendiri seperti itu.
Statment kordum aliansi pemuda mahasiswa riau terhadap syamsuar,'' tutup nya. (HA)