Riauaktual.com - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengatakan besaran persentase 'mandatory spending' layanan kesehatan menjadi hal penting untuk menjamin kelancaran pengendalian wabah. Menurutnya, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) kesehatan baru dilakukan di tingkat panitia kerja (Panja). Pembahasan di tahap pertama di Komisi IX DPR RI sudah rampung.
"Pembahasan pada tahap pertama, sebanyak tujuh fraksi menyatakan setuju. Sementara 2 fraksi menyatakan menolak, yakni PKS dan Partai Demokrat. Pembahasan RUU ini sangat dinamis dan kondusif, " ujar Kurniasih dalam acara Forum Legislasi dengan tema 'Efektifitas RUU Kesehatan Mengendalikan Penyakit Menular', di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/7/2023).
Kurniasih mengatakan, ada beberapa catatan yang pada pembahasan RUU tersebut. Banyak pasal makro yang pada pelaksanaannya harus diatur dalam turunan peraturan pemerintah sehingga tak jarang, pihaknya harus menunda pembahasan sampai satu pekan atau dua pekan untuk mencari titik temu. "Ini sifatnya Omnibus Law kesehatan, jadi memang banyak pasal makro yang aturan teknis harus diatur peraturan pemerintah," katanya.
Merujuk pada undang-undang eksisting, kata Kurniasih, besaran 'mandatory spending' atau pengeluaran negara yang diatur undang-undang ditetapkan minimal sebesar lima persen untuk APBN dan masing-masing APBD. Sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberi panduan sebesar 15 persen untuk alokasi dana kesehatan di setiap negara.
"Dari berbagai ketentuan penanggulangan wabah dalam RUU Kesehatan, yang kami sesalkan hilangnya 'mandatory spending'. Karena bicara wabah, membutuhkan biaya yang besar. Setidaknya kembali ke UU eksisting minimal lima persen untuk APBN dan APBD, walau kami mintanya 10 persen," kata Legislator Fraksi PKS itu.
Kurniasih mengatakan nomenklatur wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) diatur di Bab 12 RUU Kesehatan Omnibus Law Pasal 352 sampai 400. Hal penting yang diatur antara lain, kata dia, tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah, keterlibatan tenaga medis, pakar, TNI-Polri, tokoh masyarakat dan pemangku kepentingan agama.
Aturan tersebut juga memuat penetapan penyakit yang berkriteria wabah, kewaspadaan wabah di wilayah dan pintu masuk, penanganan daerah wabah, hingga kegiatan pasca-wabah. RUU Kesehatan juga mengatur pengelolaan limbah medis seperti pembuangan masker, jarum suntik, dan infus bekas di masa wabah.
Bagian keenam Pasal 386-391 RUU Kesehatan, kata Kurniasih, juga mengatur tentang SDM, teknologi, sarana prasarana, perbekalan kesehatan, dan pendanaan. "Ibarat tubuh manusia, anggaran ini seperti darahnya. Konsep kesehatan sebaik apapun kalau anggaran tidak disiapkan pasti tidak mudah," katanya.