Selain Istri, Dampak KDRT Juga Dirasakan Anak

Sabtu, 16 Desember 2017 | 10:50:57 WIB
Ilutrasi foto: Kriminologi.id

Riauaktual.com - Siti Saidah tewas atas setelah mengalami penganiayaan yang dilakukan suaminya, Muhamad Kholil. Jasadnya ditemukan di Karawang, Jawa Barat, dengan kondisi mengenaskan. Bahkan suaminya sendiri tega memutilasi dan membakar jasad istrinya untuk menghilangkan jejak.

Berawal dari cekcok mulut persoalan ekonomi, berlanjut kepada penganiayaan dan berujung tewasnya korban di rumah kontrakannya yang terletak di Dusun Sukamulya, Desa Pinayungan, Teluk Jambe Timur, Karawang, Jawa Barat.

Kasus mutilasi di Karawang itu didasari adanya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami Siti Saidah oleh suaminya, Muhamad Kholil, yang tidak terselesaikan.

Tetangga sekitar rumah kontrakan tempat tinggal keduanya bahkan mengakui kerap mendengar korban menangis beberapa waktu sebelum pembunuhan itu terjadi saat usai keduanya cekcok mulut. Keretakan rumah tangga keduanya juga menjadi rahasia umum bagi warga sekitar terkait kehidupan kedua pasangan muda itu.

Keluarga pelaku, Saepudin mengatakan, kabar keretakan rumah tangga Kholil dan istrinya telah sampai kepada pihak keluarga yang berada di Bogor, Jawa Barat. Sejak sebulan terakhir, beredar kabar di lingkungan keluarga jika keduanya
bertengkar karena masalah ekonomi.

Namun, keluarga tidak dapat berbuat banyak lantaran keduanya tinggal di Karawang, walaupun anak mereka dititipkan di rumah orang tuanya.

Komisioner Komnas Perempuan, Adriana Venny Aryani, mengatakan pelaku harus diberikan hukuman seberat-beratnya.
Menurutnya, dalam catatan WHO, kekerasan oleh orang terdekat merupakan jenis kekerasan sangat tinggi.

"Kalau dilihat dari dunia benua paling tinggi amerika latin 42 persen di Asia Tenggara 38 persen. Ia mengatakan, alasan apapun tidak bisa menjadi alasan membunuh orang lain. Karena kita memang sudah belajar tidak boleh melakukan kekerasan. Orang-orang terdekat suami boleh memperlakukan seenaknya," katanya melalui sambungan telepon sebagaimana dikutip dari Kriminologi.id, Sabtu, 16 Desember 2017.

Berkaca dari kasus itu, jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia ternyata tergolong masih tinggi. Komnas Perempuan pernah merilis data kekerasan terhadap perempuan pada 2017. Dalam data tersebut Komnas Perempuan menyatakan, kekerasan terhadap istri yang berujung dengan perceraian mencapai 245.548 kasus.

Adapun kekerasan yang ditangani lembaga mitra pengadaan layanan, tercatat sebanyak 10.205 kasus. Sedangkan  data yang diperoleh dari pengaduan langsung ke Komnas Perempuan sebanyak 903 dari total 1.022 kasus yang masuk.

Menurut Komnas Perempuan, kekerasan terhadap istri menempati peringkat pertama untuk seluruh kasus KDRT, sebanyak 5.784 kasus. Dari jenis kekerasan, persentase tertinggi adalah kekerasan fisik yang mencapai 42 persen atau 4.281 kasus, kekerasan seksual 34  persen (3.495 kasus), kekerasan psikis 14 persen (1.451), dan kekerasan ekonomi 10 persen (978 kasus).

Kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT dinilai tidak saja berdampak kepada sang korban yang biasanya sang istri tetapi juga pada anak-anak yang turut merasa ketakutan, kebingungan, dan terguncang dan tumbuh perasaan bersalah karena menganggap diri menjadi penyebab munculnya kekerasan.

Hal itu dikatakan aktivis dan ahli gender dan demokrasi, Hana A Satriyo, pada seminar bertema Mengenal Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang diadakan dalam rangka perayaan HUT Dharma Wanita Persatuan (DWP) ke-18, di gedung KBRI London, 30 Great Peter Street, London, Kamis, 14 Desember 2017, siang.

Hana A.Satriyo, yang juga istri Dubes RI di London Rizal Sukma mengatakan, dampak KDRT pada anak laki-laki biasanya menunjukkan perilaku memberontak dan agresif. Sedangkan dampak jangka panjang pada anak laki-laki adalah meniru perilaku kekerasan dilakukan oleh ayahnya, ujarnya.

Sementara pada anak perempuan umumnya cenderung menyendiri dan tidak mau bergaul. Dampak jangka panjang pada anak perempuan adalah cenderung menerima kekerasan sebagai suatu hal yang wajar.

KDRT yang terdapat dalam UU no 23 tahun 2004 disebutkan KDRT adalah perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Menurut Hana korban KDRT dalam lingkup rumah tangga juga meliputi suami, isteri, dan anak (dalam pernikahan yang sah menurut hukum); Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga yang menetap dalam rumah tangga atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

Ia juga menjelaskan kekerasan yang mungkin dialami dapat berupa kekerasan fisik, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat, seperti didorong, dipukul, dijambak, ditendang, ditampar dan lainnya.

Sementara Kekerasan psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang, seperti dihina, dicaci, diancam, dilarang berhubungan dengan keluarga atau teman.

Hana menjelaskan, kekerasan seksual, diantaranya pemaksaan hubungan seksual, dipaksa untuk terus melahirkan, atau pemaksaan hubungan seksual dengan tujuan komersial (melacurkan istri).

 

Sumber : kriminologi.id

 

Terkini

Terpopuler