Riauaktual.com - Setya Novanto membantah adanya permintaan uang Rp 20 miliar sebagai dana upaya antisipasi pengurusan proyek e-KTP di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bantahan tersebut berawal dari rekaman milik Johannes Marliem, saat sarapan bersama dengan Andi Narogong di kediaman Novanto.
Mantan Ketua DPR itu berkilah, alasan adanya permintaan Rp 20 miliar sebagai dana antisipasi menyewa jasa pengacara jika suatu saat proyek e-KTP bermasalah dan ditangani oleh KPK.
"Saya pernah ngalami biaya perkara memang mahal. Jadi saya mikir biaya ini berat kalau ada masalah," ujar Novanto saat memberikan kesaksian sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor, JakartaPusat, Kamis (22/3).
Jaksa Penuntut Umum pada KPK lantas menyangsikan penjelasan Novanto. Sebab, dalam percakapan selanjutnya yang masih direkam Johannes Marliem, ada istilah 'bungkus' yang dinyatakan oleh Novanto.
Jaksa mensinyalir adanya permintaan uang antisipasi lantaran Novanto telah memprediksi proyek yang saat itu tengah dikerjakan bermasalah dan akan melibatkan KPK sebagai komisi antirasuah. Terlebih lagi, dalam rekaman tersebut, ketiganya sedang membahas keuntungan dari proyek e-KTP.
Pendapat Jaksa Penuntut Umum kembali dibantah oleh mantan Ketua DPR tersebut. Dia berkukuh, tidak ada upaya suap pengamanan perkara di KPK.
"Kenapa harus KPK?" tanya Jaksa Abdul Basir.
"Karena DPR menilai (KPK) betul-betul naik daun jadi kalau ada masalah pasti ke situ," ujarnya.
"Apa pernyataan saudara mengartikan kalau gue dikejar KPK lo sediain Rp 20 miliar, (karena) gue bisa suap KPK?" cecar Jaksa.
"Wah enggak ada pak. KPK enggak bisa disuap," ujarnya. (Wan)
Sumber: Merdeka.com