Ini 4 ‘Teroris Medsos’ Sebut Bom Surabaya Pengalihan Isu, 3 Perempuan, Ada Kepala Sekolah dan Dosen

Senin, 21 Mei 2018 | 16:30:58 WIB
Ledakan bom bunuh diri di Surabaya. Istimewa

Riauaktual.com - Serangan teroris bom Surabaya lalu menyisakan duka dan amarah yang mendalam bagi rakyat Indonesia, khususnya warga Suabaya.

Sebab, serangan bom bunuh diri itu terjadi secara beruntun dan merenggut belasan nyawa melayang dari warga tak berdosa.

Yang lebih mencengangkan adalah, serangan bom bunuh diri itu dilakukan secara bersama-sama oleh sebuah keluarga.

Ironisnya, masih saja ada orang yang menyebut serangan teroris itu adalah sebuah rekayasa dan pengalihan isu semata.

Jelas saja, hal itu tentu lebih keji mengingat terorisme adalah sebuah tindakan yang teramat keji.

Mirisnya, lontaran-lontaran bahwa serangan teroris itu sebuah pengalihan isu dilakukan melalui media sosial yang notabene menjadi ruang publik.

Dalam catatan yang dikutip PojokSatu.id, setidaknya ada empat pemilik akun media sosial yang menyebut teror bom tersebut sebagai pengalihan isu.

Diantara empat pemilik akun tersebut, tiga diantaranya adalah perempuan.

Yang lebih membuat hati tersayat adalah, perempuan-perempuan tersebut terbilang sebagai orang yang berpendidikan.

Satu pelaku tercatat sebagai dosen bergelar Magister, satu pelaku menjabat sebagai kepala sekolah negeri, dan satu pelaku alumnus perguruan tinggi di Surabaya.

Sedangkan satu pelaku lainnya, yakni seorang laki-laki yang berprofesi sebagai satpam.

Berikut empat orang yang menyebut serangan teroris Bom Surabaya sebagai pengalihan isu:

1. Fitri Septiani Alhinduan

Fitri bukan saja tercatat sebagai pegawai negeri sipil (PNS) aktif. Ia juga tercatat sebagai Kepala SMPN 9 Kayong Utara, Kalimantan Barat.

Melalui akun facebooknya, ia menyatakan bahwa bom Surabaya sengaja dilakukan sebagai pengalihan isu, diantaranya melawan tagar #2019GantiPresiden.

Selain itu, ia juga menulis bahwa peristiwa tersebut sengaja dibuat untuk mencoreng Islam sekaligus mencairkan dana trilyunan penangangan terorisme.

Tulisan itu ia buat pada 13 Mei 2018.

Sekali mendayung 2-3 pulau terlampaui. Sekali ngebom:
1. Nama Islam dibuat tercoreng
2. Dana trilyunan anti teror cair
3. Isu 2019 ganti presiden tenggelam
Sadis lu bong… Rakyat sendiri lu hantam juga. Dosa besar lu..!!!

Tak puas, ia lalu membuat tulisan yang lagi-lagi cukup menyakitkan, utamanya bagi keluarga korban dan warga Surabaya.

Bukannya ‘terorisnya’ sudah dipindahin ke NK (Nusakambangan)? Wah ini pasti program mau minta tambahan dana anti teror lagi nih?

Sialan banget sih sampai ngorbankan rakyat sendiri? Drama satu kagak laku, mau bikin draama kedua.

Akibat perbuatannya, Fitri ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Kalbar

Ia disangkakan dengan Pasal 19 ayat 6 Tahun 2002. Ancaman hukumannya di atas 5 tahun.

Juga Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Ancaman penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.

2. Himma Dewiyana Lubis

Himma yang tercatat sebagai dosen aktif di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan ini tak jauh beda.

Melalui akun facebook miliknya, dosen bergelar Magister itu menyebut teror bom Surabaya adalah sebuah pengalihan isu.

Lagi-lagi, hal itu dianggapnya sebagai upaya untuk menenggelamkan tagar #2019GantiPresiden.

Tulis Himma dalam sebuah gambar yang di posting di laman facebook miliknya 13 Mei 2018.

Postingan dosen pengampu Ilmu Perpustakaan itu kemudian viral di dunia maya.

Mengetahui hal itu, ia buru-buru menghapusnya. Selain itu, ia juga langsung menonaktifkan akun facebook-nya. Tapi, warganet lebih dulu meng-capture-nya.

Himma pun akhirnya ditangkap Subdit Cybercrime Polda Sumut di kediamannya di Jalan Melinjo II, Sabtu (19/5/2018).

Kepada polisi, Himma mengaku emosi lantaran tagar #2019GantiPresiden tenggelam dikalahkan serangan teroris bom Surabaya.

Himma juga mengaku sangat kecewa dengan kepemimpinan Presiden Joko Widodo saat ini.

Menurut dia naiknya harga kebutuhan, tidak sesuai dengan janji pemerintah saat kampanye 2014 lalu.

Kepada polisi, Himma mengatakan, status itu diunggahnya pada 12 Mei di kediamannya.

Kepada awak media, lulusan S2 itu mengaku menyesal dengan perbuatannya. Ia berkilah, tulisan itu bukan miliknya. Ia hanya meneruskan tulisan orang lain.

“Itu bukan status saya. Saya hanya meneruskan status orang dan saya share dari aku facebook saya. Saya sangat menyesal atas perbuatan yang saya lakukan,” katanya.

Usai dihadapkan kepada awak media, Himma tiba-tiba lemas dan pingsan.

3. Diana Nadia

Setali tiga uang dengan Fitri dan Himma, Diana Nadia pun demikian halnya. Wanita itu menyebut teror bom Surabaya tak lebih adalah sebuah pengalihan isu.

Melalui akun facebook-nya, wanita cantik itu juga menyinggung tagar #2019GantiPresiden. Postingan itu dibuatnya pada 13 Mei 2018.

Bom di gereja di Surabaya cuman pengalihan isu…
Stay focus
#2019GantiPresiden
#212ThePowerOfLove

Postingan itu kemudian juga menjadi viral yang lantas membuat warganet menghujaninya dengan bully-an.

Mendapati hal itu, Nadia lantas menghapusnya. Alumnu Universitas 17 Agustus Surabaya itu lalu menggantinya dengan permintaan maaf.

“Mohon maaf atas postingan saya kepada seluruh warga Surabaya, semoga keluarga korban diberikan ketabahan, Amin ya robbal alamin,” tulisnya.

Akan tetapi, capture postingan awalnya itu sudah lebih dulu tersebar di dunia maya.

Permintaan maaf itu lantas ditanggapi oleh warganet.

“Kita maafkan tapi proses hukum jalan terus harus itu,” tulis Ida Bagus Jelantik Wisnawa.

“Kuatkan mental!! Selamat menikmati hasil ucapan mbak tadi,” balas Sinaga Anes.

“Enak sekali anda minta maaf dng mudahnya..kl ank anda jd korban masih bs dng enteng mengetik maaf??”

“Semoga anda diproses hukum…berani berstatement sperti itu berani bertanggung jawab..lepas saja hijab nya anda memalukan sbg wanita dan sbg org beragama…!!?” tegas Deny Christianto.

4. Amaralsyah Dalimunthe

Amaralsyah sedikit berbeda. Jika tiga perempuan cantik sebelumnya berlatar belakang pendidikan tinggi, tak demikian dengan lelaki ini.

Sehari-hari, warga Jalan Karya Bakti, No 49, Kelurahan Serbalawan, Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Simalungun bekerja sebagai satpam Bank Sumut.

Persamaannya, ia juga menganggap bahwa serangan teroris bom Surabaya adalah pengalihan isu.

Hal itu ia tuliskan, juga melalui akun facebook miliknya pada 17 Mei 2018.

Di Indonesia tidak ada teroris, itu hanya fiksi, pengalihan isu.

Demikian tulisan dalam postingan Amaralsyah.

Alhasil, usai ditangkap di kediamannya, Jumat (18/5/2018) untuk disandingkan dengan Himma Dewiyana Lubis di penjara Polda Sumut.

Atas perbuatannya, polisi menyangkakan Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45.A ayat (2) Undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik atau Pasal 14 ayat (1) atau (2) Undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan hukum pidana.

 


Sumber : pojoksatu.id

Terkini

Terpopuler