Riauaktual.com - Kasus langkanya oksigen berujung petaka. Di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, gara-gara oksigen langka, 33 pasien Covid-19 meninggal. Semoga kasus serupa tidak terulang lagi.
Kasus ini tepatnya terjadi di RSUP Dr Sardjito, Sleman. Direktur RSUP Dr Sardjito, Rukmono Siswishanto menerangkan, banjirnya pasien yang dirawat di rumah sakit membuat persediaan oksigen habis. Padahal, pihak rumah sakit sudah mengantisipasi jauh-jauh hari. Selasa (29/6), pihaknya telah berkoordinasi dengan supplier oksigen, di antaranya PT Samator dan PT Surya Gas, untuk mendapatkan pasokan oksigen secara rutin.
Sabtu (3/7) kemarin, oksigen benar-benar menipis. Di saat yang sama, pasien baru setiap jam terus berdatangan. Pengaturan ulang penggunaan oksigen pun dilakukan. Upaya lain, seperti mengirimkan surat permohonan dukungan kepada berbagai pihak, juga tak henti-hentinya.
Sayangnya, hingga pukul 3 sore, RSUP Dr Sardjito masih mengalami kendala. Pihak RS mendengar kabar, oksigen baru datang Minggu (4/7) siang. Padahal, persediaan terus menipis, dan diproyeksi akan habis pukul 6 hari Sabtu.
Benar saja, menjelang pukul 6, oksigen central habis. Alhasil, perawatan beralih menggunakan oksigen cadangan, termasuk mendapat pinjaman dari RS Akademik UGM dan RSGM/FKG UGM serta Polda DIY.
Hal yang ditakutkan pun terjadi. "Yang meninggal pasca oksigen central habis pukul 20.00 WIB, jumlahnya 33 pasien," ungkap Rukmono, sebagaimana dikutip dari RM.id, kemarin.
Sebelumnya, kelangkaan oksigen juga terjadi RSUD Soehadi Prijonegoro, Sragen, Jawa Tengah. Hal itu dikarenakan lonjakan pasien 10 kali lipat. Perbandingannya: jika sebelum pandemi kebutuhannya hanya 150-200 meter kubik, kini mencapai 2 ribu meter kubik.
Rumah Sakit Islam (RSI) Banjarnegara juga kesulitan mendapatkan pasokan tabung oksigen. Sampai-sampai mereka berburu ke pembudidaya ikan di berbagai sentra budidaya di Banjarnegara.
Juru Bicara Vaksin Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengakui, ketersediaan oksigen mulai terbatas. Sebab, kebutuhan oksigen medis di dalam negeri melonjak 6 kali lipat dari biasanya. Jika sebelum lonjakan kasus hanya 400 ton per hari, kini mencapai 2.500 ton.
Kejadian ini pun segera direspons pemerintah pusat. "Kami minta industri gas dapat meningkatkan produksi oksigen medis dibandingkan penyediaan gas untuk industri," kata Siti Nadia, kemarin.
Juru bicara Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi memastikan, pemerintah terus berupaya memenuhi pasokan oksigen, terutama untuk rumah sakit rujukan Corona. Instrumennya, melalui industri lokal maupun impor.
Ia mewanti-wanti, tidak ada distributor nakal yang sengaja menimbun oksigen demi keuntungan pribadi di saat kritis ini. "Jangan menimbun oksigen. Kita prioritaskan menyelamatkan nyawa saudara kita. Distributor dan pelaku penimbun oksigen adalah musuh masyarakat dan akan ada ganjarannya," pesannya, dalam konferensi pers daring di YouTube Sekretariat Presiden, kemarin.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut bersikap. Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh meminta agar tidak ada lagi aksi penimbunan oksigen, obat-obatan, maupun vitamin untuk keperluan pasien Corona. Ia mengingatkan, Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020, tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan yang dibutuhkan mendesak oleh publik, hukumnya haram.
"Penimbunan kebutuhan pokok tersebut tidak diperkenankan sekalipun untuk tujuan jaga-jaga dan persediaan. Sementara ada orang lain yang membutuhkan secara sangat mendesak," tegas Asrorun.
Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto menjamin ketersediaan oksigen dan obat-obatan saat pandemi. Jika ada pihak yang main-main dengan menimbun oksigen, dia tidak akan memberi ampun. "Sengaja menimbun sampai menimbulkan keselamatan masyarakat terganggu akan kami lakukan penegakan hukum," ancam Agus.