Terkait Korupsi Pipa Transmisi, Polda Riau Periksa Wakil Bupati Bengkalis

Senin, 03 September 2018 | 20:00:04 WIB

Riauaktual.com - Untuk keperluan penyelidikan kasus dugaan korupsi Pipa Transmisi di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil). Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimus) memanggil wakil Bupati Bengkalis aktif, Senin (3/9/2018) siang.

Mantan Kadis PU Provinsi Riau ini, diperiksa penyidik selama lebih kurang lima jam.

Namun, usai pemeriksaan, Muhammad terkesan enggan memberikan komentar. Dengan memilih langsung naik mobil setelah pemeriksaan selesai sekitar pukul 14.00 WIB.

Beberapa wartawan yang menanyakan kedatangannya siang itu, hanya dijawab oke, terimakasih.

''Oke terimakasih,'' singkat Muhammad, sambil berjalan masuk ke mobilnya.

Terkait pemeriksaan Muhammad, Kabid Humas Polda Riau, Kombes Sunarto mengatakan, memang benar, pemeriksaan Wakil Bupati Bengkalis sebagai saksi dalam kasus korupsi Pipa Transmisi di Inhil.

''Benar wakil Bupati Bengkalis diperiksa terkait sebagai saksi,'' ungkapnya.

Dalam perkembangannya, kasus dugaan korupsi pengadaan Pipa Transmisi di Inhil. Pihak penyidik telah menetapkan lima orang tersangka.

Mereka yang ditetapkan tersangka adalah, Sabar Stevanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja yang merupakan pihak rekanan, dan Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Sementara itu, terhadap dua tersangka lainnya, yakni Sabar Stavanus P Simalonga dan Edi Mufti BE, saat ini Jaksa Peneliti tengah melakukan penelaahan terhadap berkasnya.

Penyidik meyakini keterlibatan kedua tersangka dalam penyimpangan yang mengakibatkan potensi kerugian negara Rp1 miliar lebih.

Dari informasi yang dihimpun, dua orang yang turut bertanggung jawab dan ditetapkan sebagai tersangka ini, yakni dari pihak kontraktor dan konsultan pengawas. Kontraktor berinisial HA, dan Sy selaku konsultan pengawas.

Penyidik pernah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, termasuk Wakil Bupati Bengkalis, Muhammad, yang dalam proyek tersebut menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Riau, saat itu.

Dugaan korupsi ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.

Dalam laporan LSM itu, Muhammad, yang saat itu menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut. Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.

Dalam kontrak pada rencana anggaran belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.

Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali, karena galian tidak pernah ada.

Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.

Namun anehnya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Dan lebih tragisnya lagi, Dinas PU Riau diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.

Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah, tidak dilakukannya penimbunan kembali galian tanah atau pekerjaan tidak dilaksanakan namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Sehingga diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800. (HA)

Terkini

Terpopuler