Riauaktual.com - Dua polisi yakni Bripda Z dan Bripda F menganiaya juniornya yakni Bripda Fathurrahman Ismail hingga tewas. Penganiayaan dipicu rasa cemburu Bripka Z terhadap korban lantaran diajak makan istrinya.
Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara AKBP Harry Goldenhardt Santoso dikutip Kriminologi.id mengatakan, awal penganiayaan itu terjadi setelah pelaku Z mengetahui korban makan bersama istrinya.
"Motifnya itu didasari adanya kecemburuan dari salah satu pelaku yaitu Bripda Z, dikarenakan Bripda Z mengetahui bahwa sekitar dua minggu lalu, istri dari Bripda Z diketahui pernah makan bersama dengan salah satu dari bintara atau brigadir juniornya," kata Harry melalui sambungan teleponnya, Selasa, 4 September 2018.
Harry menjelaskan, pengakuan itu dilontarkan tersangka Bripda Z saat penyidik memeriksa kedua tersangka. Aksi penganiayaan itu, kata Harry, terjadi pada Senin, 3 September 2018 sekitar pukul 00.30 WITA.
Sebelum terjadi pemukulan tersebut, Harry menjelaskan, malam itu, kedua tersangka mengumpulkan 20 bintara di depan barak Dalmas. Para bintara itu dibangunkan dari tidurnya oleh kedua oknum. Keduanya menanyakan ke mereka terkait informasi adanya bintara yang makan bersama istri dari Bripda Z.
"Saat itu, korban sedang tidur, dan dibangunkan oleh kedua oknum ini. Saat mereka dikumpulkan dan mulai ditanya, kemudian terjadilah pemukulan yang diawali dengan korban," kata Harry.
Penganiayaan itu, kata Harry, dilakukan dengan cara memukul korban sebanyak dua kali yakni di bagian dada dan di bawah pusar, secara bergantian oleh kedua tersangka.
"Pemukulan pertama, sekali ke arah dada sebelah kiri, kemudian pukulan berikutnya sekali ke arah di bawah pusar. Jadi ada dua kali. Memukulnya dibantu oleh temannya, Bripda F. Jadi, Bripda Z sekali, Bripda F sekali," kata Harry.
Kedua tersangka tersebut, kata Harry, sengaja mengambil waktu di malam hari di sela kelengahan empat petugas jaga di barak tersebut.
Setelah pemukulan, korban merasa pucat dan terjatuh. Kedua tersangka dan teman-teman korban lalu membawa korban ke rumah sakit terdekat.
"Pada saat dilakukan pertolongan, ternyata kondisi korban sudah meninggal dunia. Yang membawa korban ke rumah sakit itu teman-teman korban termasuk juga dari kedua tersangka," kata Harry.
Atas penganiyaan yang menewaskan korban ini, Hary menjelaskan, keduanya diancam pidana umum dan juga kode etik profesi Polri. Keduanya terjerat Pasal 351 ayat 3 dan Pasal 352 ayat 2 dengan maksimal hukuman pidana umum selama 10 tahun. Bahkan, bila terbukti bersalah, kata Harry, keduanya terancam dipecat dari kesatuan.
"Prosesnya akan ke arah sana (pemecatan). Kalau memang terbukti telah menghilangkan nyawa, maka kedua tersangka akan dilakukan pemecatan. Setiap anggota polri ketika dia melakukan tindakan melawan hukum, dia akan dikenakan hukuman double, selain melalui pidana umum, juga tindakan kode etik profesi polri," kata Harry tegas.
Harry menambahkan, pihaknya hari ini melakukan pemeriksaan terhadap empat petugas jaga barak tersebut untuk mengumpulkan keterangan.