KUANSING (RA) – Linggo Tadji, sebuah kawasan pemukiman yang pernah menjadi pusat kemajuan peradaban di Kenegerian Inuman pada tahun 1940-an hingga 1960-an, kini hanya tinggal sejarah.
Terletak di ujung Desa Pulau Busuk, Linggo Tadji pernah dikenal sebagai ikon perdagangan, pertanian, olahraga, kesenian, hingga pusat kegiatan keagamaan.
Namun, kini hampir seluruh kawasan tersebut telah hilang ditelan Sungai Batang Kuantan, menyisakan sekitar 0,01 persen dari wilayah aslinya atau hanya tujuh rumah yang sebagian besar tak lagi berpenghuni.
Pusat Perdagangan dan Kemajuan Ekonomi
Linggo Tadji dahulu memiliki sebuah pelabuhan dagang yang ramai setiap hari Kamis dan Jumat. Berbagai komoditas seperti karet, kelapa, beras, telur, ikan, serta sayur-mayur dari desa-desa sekitar berkumpul di pelabuhan ini untuk kemudian diangkut ke Pasar Baserah dengan motor air.
Kemeriahan pasar malam juga menjadi daya tarik, dengan berbagai makanan seperti lontong, pecal, dan gorengan dijajakan di sekitar pelabuhan.
Kemakmuran di Bidang Pertanian
Selain perdagangan, sektor pertanian di Linggo Tadji juga berkembang pesat. Hasil pertanian seperti padi, jagung, dan buah-buahan memenuhi kebutuhan pasar di Baserah dan Inuman. Ikan sungai dan hasil dari danau juga menjadi komoditas andalan bagi masyarakat setempat.
Olahraga dan Seni Budaya yang Melekat di Linggo Tadji
Linggo Tadji juga dikenal sebagai pusat olahraga dan seni budaya. Olahraga badminton menjadi favorit, dengan pemain-pemain terkenal seperti Baharuddin Djamin dan Djailani Usman yang dikenal hingga seluruh Kenegerian Inuman. Selain itu, kegiatan kesenian randai rutin digelar setiap akhir pekan, menarik pengunjung dari berbagai desa sekitar.
Kehidupan Beragama yang Aktif
Bidang keagamaan di Linggo Tadji pun semarak, dengan tiga surau yang aktif digunakan sebagai tempat ibadah dan berkumpulnya masyarakat. Surau Bungo, Surau Batu, dan Surau Gonting masing-masing memiliki karakteristik berbeda, namun semuanya berperan penting dalam kehidupan spiritual masyarakat.
Warisan yang Tertinggal
Kini, bangunan-bangunan di Linggo Tadji, mulai dari rumah-rumah penduduk hingga surau, lapangan olahraga, dan kedai-kedai, sebagian besar telah hilang.
Dari deretan kedai yang dulu berjajar rapi dan ramai, kini hanya tinggal kenangan. Beberapa rumah masih bertahan, namun kawasan Linggo Tadji telah berubah seiring perjalanan waktu dan gerusan sungai.
Linggo Tadji merupakan bukti betapa pesatnya kemajuan dan kehidupan di kawasan ini pada masanya. Namun, waktu dan alam telah mengikis keberadaannya.
Kini, sejarah Linggo Tadji hanya dapat dikenang melalui cerita dari mereka yang pernah merasakan hidup di sana.
Penulis: Fil Amri, Tokoh Masyarakat Pulau Busuk, 9 November 2024