BENGKALIS (RA) – Kejaksaan Negeri Kabupaten Bengkalis memenangkan praperadilan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan pemberian kredit sector pertanian, perburuan, dan kehutanan pada Bank Riau Kepri Syariah Cabang Duri, Kabupaten Bengkalis senilai Rp 5,2 miliar pada Senin, 18 November 2024.
Salah satu tersanga dalam kasus ini, Untung Sujarwo (50) yang menjabat sebagai Ketua KUD Koperasi Makmur Sejahtera serta seorang ASN di Kecamatan Rokan Hulu berusaha melawan dengan mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan NegerI Bengkalis.
Namun permohonan tersebut ditolak sepenuhnya oleh hukum PN Bengkalis dalam sidang yang berlangsung hari ini.
Majelis hakim yang di pimpinan oleh Hakim Tunggal Ulwan Maluf menyatakan bahwa seluruh permohonan Untung Sujarwo ditolak.
Hakim menegaskan bahwa penetapan tersanga dan penahanan Untung Sujarwo oleh Kejaksaan Negeri Bengkalis telah sesuai dengan prosedur dan ketentuan hukum.
"Menolak seluruh permohonan pemohon, serta membebankan biaya sidang perkara kepada pemohon," ungkap Ulwan Maluf.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Bengkalis Resky Pradhana Romli menginformasikan kemenangan praperadilan tersebut.
"Iya benar, kami sudah menang terkait prapid yang diajukan oleh tersangka Untung Sujarwo. Selanjutnya tim Jaksa penuntut umum akan mempersiapkan agenda sidang," ungkap Resky Pradhana Romli kepada Riauaktual.com.
Untuk diketahui kasus ini bermula pada tahun 2021 ketika BRK Cabang Duri menyalurkan kredit produktif secara kolektif kepada 33 nasabah KUD Koperasi Makmur Sejahtera dengan total plafon sebesar Rp 4,95 miliar.
Masing-masing nasabah menerima plafon kredit sebesar Rp 150 juta. Pengajuan kredit diajukan melalui US, yang kemudian diduga memalsukan dokumen kredit serta hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) milik para nasabah.
"Dana kredit yang masuk ke rekening nasabah ditarik oleh US dan disetorkan ke rekening pribadinya tanpa sepengetahuan nasabah. US kemudian menggunakan dana tersebut untuk keperluan pribadi dan pembelian lahan," jelas Kejari Bengkalia Sri Odit.
Lebih lanjut, tanah yang dijadikan agunan kredit ternyata merupakan tanah negara yang masuk dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Berdasarkan laporan audit, kerugian negara akibat tindakan para tersangka mencapai lebih dari Rp 5,2 miliar.
Dalam kasus tersebut ada lima tersangka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3, serta Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).