Riauaktual.com - BAGI para penikmat kopi tentu sudah terbiasa dengan jenis kopi arabika ataupun robusta, namun tidak ada salahnya jika Anda mencoba kopi biji salak (Kobisa) yang berasal dari Desa Pangu, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara.
Desa Pangu merupakan salah satu wilayah penghasil salak terbesar di Sulut, hampir di setiap rumah warga ditanami pohon salak, bahkan kebun salaknya lebih besar dari wilayah perkampungan.
Ide pembuatan kobisa ini dirintis oleh Meilani Kobi bersama suaminya sejak tahun 2014. Awalnya usaha mereka mengumpulkan biji salak banyak mendapat kendala dan cibiran dari masyarakat, namun mereka tetap bersabar dan terus menjalankan usahanya.
"Awalnya kami banyak kendala karena banyak dicibir masyarakat, namun hasilnya luar biasa, biji salak yang biasa dibuang kini bisa bermanfaat dan bisa menjadi pemasukan baru bagi kami," ujar Melani sebagaimana dikutip dari okezone.com, Sabtu (26/8/2017).
Pembuatan kopi biji salak ini beda dengan daerah lain yang sudah lebih dulu mempromosikannya, prosesnya dari masih tradisional dengan cara disangrai kini berkembang menggunakan mesin khusus yang berfungsi sebagai pengering dan pemanas sehingga biji salak yang dihasilkan lebih bagus kualitasnya.
Pembuatannya pun terbilang mudah, biji salak dimasukkan dalam mesin selama delapan jam, setelah itu biji salak yang telah kering dimasukkan lagi ke mesin penggiling untuk menghasilkan bubuk kopi biji salak.
Kopi ini memang belum sepopuler kopi-kopi pada umumnya, namun khasiatnya dapat mengatasi berbagai masalah kesehatan serta bermanfaat untuk menjaga kesehatan.
Kandungan dalam kobisa dipercaya memiliki banyak manfaat dan khasiat bagi tubuh, tidak hanya memiliki cita rasa yang khas kopi ini juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan karena terdapat beberapa kandungan di dalamnya meliputi kandungan protein, mineral, lemak, selulosa, pati, karbohidrat dan masih banyak lagi.
Sepintas bubuk kopi biji salak ini sama persis dengan olahan kopi lainnya seperti robusta dan arabika, hanya saja yang membedakan jenis kopi ini ketika diseduh aromanya tidak terlalu tajam dan diminum terasa rasa buahnya.
"Aromanya memang aroma buah, sensasinya yang beda, saya dari dulu pencinta kopi," ujar Adwit, penikmat kobisa.
Olahan kopi biji salak ini pemasarannya sudah mencapai 80 persen di Sulawesi Utara bahkan sudah ada konsumen tetap dari luar Sulawesi yakni dari pulau Jawa, kalimantan dan papua.
Harga kopi biji salak inipun bervariasi sesuai ukuran kemasannya, yakni ukuran 125gram seharga Rp10 ribu sedangkan 135 gram seharga Rp25 ribu.
