Riauaktual.com - Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshrullah Asa menemui Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Oesman Sapta Odang (OSO) di Kantor DPD RI. Pertemuan yang berlangsung sekitar 1 jam 15 menit itu juga dihadiri oleh jajaran komite dari BPH Migas.
Ditemui usai rapat, Ketua DPD RI Oso mengatakan, dalam pertemuan tersebut keduanya sepakat untuk menyediakan satu sub penyalur BBM di setiap desa. Hal tersebut bertujuan untuk menyediakan dan menjamin ketersediaan stok BBM hingga kini ke pelosok-pelosok desa.
"Jadi kita akan bikin agen penyalur setiap desa itu minimal satu bersama BPH Migas, karena ada Undang-Undanganya di mana tempat-tempat tertentu BPH Migas bisa membuka izin itu, ini untuk membantu rakyat daerah," ujarnya di Komplek DPR-RI, Jakarta, Senin (26/2/2018).
Untuk merealisasikan hal tersebut lanjut Oso, nantinya BPH Migas bersama dengan DPD RI akan menggandeng beberapa stakeholder terkait. Seperti Kementerian Desa sebagai instansi yang mengatur mengenai dana desa dan pemerintahan desa, PT Pertamina (Persero) sebagai penyalur hingga pemerintah daerah.
"Jadi ya harus kita laksankan jadi dpd sudah kerjasama dengan PWI dengan desa kementerian pedesaan dengan migas. Karena faktor penunjang bagi masyarakat daerah itu adalah beras gula migas BBM nah ini perlu salah satu kita prioritaskna yang mana dulu yang BBM dulu la. Nanti kalau BBM sudah baru beras, baru gula pelan-pelan kita kejar ini," jelasnya.
Adapun yang menjadi fokus pada penyediaan pos sub penyalur BBM adalah daerah dengan karakteristik 3T (Terluar, Tertinggal dan Terdalam). Seperti pada daerah perbatasan di Kalimantan hingga Papua.
"Kita fokuskan di Papua, Kalimantan , pokonya wilayah 3 T, " ucapnya.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama Kepala BPH Migas Fanshrullah Asa dengan adanya satu sub penyalur setiap desanya akan bisa menjawab kebutuhan BBM pada daerah terpencil yang selama ini belum terjamah. Sehingga kebijakan pemerintah dalam menerapkan BBM satu harga juga bisa tercapai.
"Poin utana kita adalah ketua dpd mendukung kebijakan bagaimana mewujudkan satu sub penyalur di setiap satu desa di wilayah 3T. Ini akan mendukung kebijakan pemerintah menerapkan bbm satu harga karena bbm satu harga bisa diwujudkan kalau sudah ada sub penyalurnya dulu. Bukan SPBU namaya sub penyalur," jelasnya.
Adapun konsep dari sub penyalur ini akan sepintas mirip seperti Pertamini. Akan tetapi jika dibandingkan dengan Pertamini, dirinya meyakini jika sub penyalur melalui BPH Migas ini legal dan dijamin keamanannya dibandingkan dengan Pertamini.
"Semacam itu (Pertamini),tapi ini legal ada spesifikasi teknis dan sebagainya, kalau yang sekarang kan ilegal dan ini sebarannya ditata diatur khususnya di pedalaman perbatasan, di 3T," ucapnya.
Ifan sapaan akrabnya saat ini pihaknya sudah menerima permohonan izin sub penyalur di 170 lokasi dai 20 kabupaten di Indonesia. Jumlah tersebut masih rendah, karena dari seluruh Indonesia terdapat 22.000 desa yang masuk kategori 3T.
"Sub penyalur yang sudah diresmikan itu kemarin itu di selayar sudah, kedua kmrn di tiga lokasi ada di 3 distrik, yang sudah siap di gorontalo, dan yang mengajukan ke bph migas ada 170 lokasi di 20 kabupaten. Kita di daerah ada 22 ribu desa, artinya kalau ada semua luar biasa. Kemudian kalau nasional di luar 3T sekitar 85 ribu desa," jelasnya.
Sementara itu di tempat berenda Komite BPH Migas Henry Ahmad mengatakan dalam menyediakan satu desa satu subpenyalur, peran Pemda akan sangat vital karena harus memberikan izin lokasi yang strategis. Peran BPH Migas nantinya akan mengatur mengenai model dan standar untuk membuka dan menjadi sub penyalur.
"Untuk jadi sub penyalur kan butuh Rp50-100 juta. Jadi itu tinggal jalan bersih. Tapi lahan dari dia kan lahanya kecil kok. Nanti kita berikan satu model standar tentang lahan tentang alatnya nanti kita koordinasi dengan Pemda. Jadi Pemda yang memberikan izin lokasi bukannya uangnya dari Pemda," jelasnya. (Wan)
Sumber: Okezone.com
