Demam Thomas Cup

Demam Thomas Cup
Bendera Indonesia tak berkibar di inagurasi Piala Thomas 2020. (Badminton Photo/Yves Lacroix)

Riauaktual.com - Kali ini Jonathan Christie betul-betul pantas diacungi jempol. Empat jempol. Termasuk jempol kaki. 

Dia begitu semangat. Sejak semifinal melawan Antonsen, wakil Denmark. Dengan durasi 1 jam 40 menit. Di hadapan pendukung tuan rumah. Di tanah kelahiran si pirang Antonsen itu. Yang penontonnya tak semarak pendukung Indonesia. Meski jumlahnya sekian persen dari kapasitas arena. 

Jojo begitu percaya diri. Bagai harimau yang turun dari gunung. Kelaparan dan cepat. Membaca setiap pergerakan dengan baik. Mendengar khotbah pelatihnya begitu teliti. Menerapkannya di lapangan dengan luar biasa. Hingga menang penuh digdaya. Menumpaskan Antonsen di kampungnya.

Padahal, Jojo merupakan satu-satunya atlet piala Thomas Indonesia yang turun di seluruh partai. Bisa dibayangkan betapa lelahnya dia. Tapi, semuanya berhasil dibayar tuntas, manis, indah, hingga bulu kuduk mengembang sendirinya saat melihat dia melompat dan berteriak lepas usai duel final Minggu malam tersebut (17/10/2021).

Di final, dia berhasil menutup kemenangan Indonesia dari si juara bertahan tembok besar China. Tanpa harus memberikan kesempatan pasangan dadakan, Kevin dan Daniel turut ke lapangan. Yang akan membuat perjudian besar. Karena belahan jiwanya si Kevin, koh Gideon yang kelelahan. Akibat beberapa kali pertarungan sengit pertandingan-pertandingan sebelumnya.

Tak hanya Jojo, seluruh atlet badminton Indonesia yang bertanding di pertandingan itu juga wajib diacungi empat jempol itu. 

Mulai dari Ginting yang menari penuh keyakinan mengandaskan pemain Tiongkok. Melumat semua provokasi murahan si Lu Guangzu. Dengan gerakan-gerakan tipuan. Smash keras dan cop melandai. Menari tak karuan. 

Juga si Fajar dan Rian. Pasangan ganda putra ranking tujuh dunia, yang kata Menpora, Zainudin Ali, sebagai pemain tunggal putra, dan tak dikenal oleh publik Indonesia. Maaf-maaf ni pak menteri, saya lebih tak kenal anda. Teman-teman saya juga tak tau apa sepak terjang anda. Bahkan untuk tau nama anda, saya terpaksa buang kuota untuk googling. (Ah sudahlah).

Si Fajar Rian yang anda sebut tunggal putra itu menang dengan begitu elegan. Ditutup dengan sujud syukur yang menentramkan. Yang mudah-mudahan bisa menjadi pengganti The Dadies di masa depan. 

Balik lagi. Kevin dan Gideon, juga telah kembali ke performa aslinya. Meski, belum terbaiknya. Yang begitu lincah di depan net. Garang di garis belakang. Suka membikin lawan getir. Dengan gerakan-gerakan provokasi berkelas di lapangan. Pukulan petir menghujam ke arena lawan. 

Mohammad Ahsan dan Daniel juga begitu menggila. Meskipun harus menyerah di tangan China Taipei. Pasangan beda generasi ini mampu membuktikan diri. Bahwa layak dipertimbangkan untuk menggantikan Koh Hendra, yang berpikir gantung sepatu. 

Seshar Rhustavito juga beberapa kali menjadi penyelamat Indonesia. Menjadi penentu kala babak deadlock melawan China Taipei dan Thailand. Jarang saya lihat Seshar, selain si Seshar yang jago goyang itu. Ternyata permainannya begitu asik-asik josssss!!!.

Kata Oma Gill, komentator berbahasa asing, yang saya sendiri tak begitu mengerti apa katanya, namun senang mendengar intonasinya, "Padahal Indonesia memang tipis lawan kedua negara di atas. Namun, menang menyakinkan melawan Tiongkok."

Indonesia begitu bergairah lho pak Menpora. Segala persoalan yang melanda negeri ini, bahkan hilang seketika. Seluruh masyarakat Indonesia demam akibat olahraga tercinta ini.

Sudahlah keteledoran anak-anak buah anda membuat merah putih tak berkibar saat perayaan kemenangan. Janganlah merusak momen ini dengan lawakan anda. 

Dan sebenarnya, bagi saya, di Piala Thomas kali ini, Indonesia dua kali juara. Pertama, saat mengandaskan musuh bebuyutan Malaysia. Itu adalah juara. Membalas kekalahan menyakitkan di piala Sudirman, beberapa Minggu sebelum Thomas.

Yang masih begitu jelas dalam kepala ini betapa fans Jiran itu di media sosial begitu angkuh. Membuat meme menyakitkan. Merendahkan.

Belum lagi dari fans karbitan dalam negeri. Yang tak kalah pedas. Yang harus membuat pemulihan psikologi tim Indonesia mengundang ahli psikolog. 

Semoga generasi emas atlet badminton kita semakin baik. Jangan terlalu jemawa. Tetap rendah hati. Berlatih keras, disiplin, dan harumkan nama bangsa. Meski mungkin bendera Indonesia masih dilarang tampil. Atau Indonesia bakal dicoret dari berbagai ajang olahraga.

 

Penulis : Anggi (tukang hore-hore di lapangan)

Berita Lainnya

index