Riauaktual.com - Para peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 harus mencermati aturan main yang berlaku dalam pesta demokrasi lima tahunan ini. Jangan sampai mereka didiskualifikasi dan batal ikut pemilu.
Dipaparkan dosen Ilmu Hukum Pemilu Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, ada 5 hal yang membuat peserta pemilu didiskualifikasi menurut UU 7/2017 tentang Pemilu.
Pertama, jika peserta melakukan tindak pidana larangan kampanye berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Hanya saja, ucap Titi, hukuman diskualifikasi bagi peserta pemilu yang melanggar larangan kampanye yang merupakan tindak pidana, hanya berlaku untuk calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
"Pasangan calon di pilpres tidak ada diskualifikasi," terang Titi dalam keterangan tertulis yang dilansir dari Kantor Berita RMOLJabar, Sabtu (30/12).
Kedua, lanjut Titi, peserta pemilu dapat didiskualifikasi jika ada rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kalau terbukti melanggar pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) karena menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih.
"Ini ada di Pasal 286 UU Pemilu. Jadi harus merupakan rekomendasi Bawaslu terkait dengan praktik uang yang TSM," jelas Titi yang juga Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini.
Hal ketiga yang membuat peserta pemilu didiskualifikasi adalah melakukan pelanggaran administratif pemilu secara TSM berdasarkan putusan dari Bawaslu.
"Keempat, berkaitan dengan laporan dana awal kampanye pemilu ke KPU. Di sinilah uniknya UU Pemilu kita. Diskualifikasi kalau tidak menyampaikan laporan dana awal kampanye," sebutnya.
"Itu hanya untuk parpol peserta pemilu dan DPD, tapi paslon (pilpres) tidak ada sanksi serupa," sambungnya.
Kemudian Hal kelima pelanggaran yang bisa mendiskualifikasi peserta pemilu, sambung Titi, jika ada putusan MK soal perselisihan hasil pemilu.
Sehingga, Titi menegaskan, tidak kaitannya dengan putusan MK terkait batas usia capres-cawapres yang telah diputuskan beberapa waktu yang lalu.
"Dari hasil perselisihan pemilu, MK memutuskan ada diskualifikasi itu," pungkasnya.
Uraian Titi berkaitan dengan pencalonan Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres pada Pilpres 2024, yang disebut-sebut melanggar hukum.
Titi juga mengatakan, pelanggaran etik yang dilakukan oleh mantan Ketua MK Anwar Usman tidak akan membuat Gibran tereliminasi atau terdiskualifikasi dari kontestasi pilpres.