DUMAI (RA) - Manajemen PT Sarana Sumatera Sekar Sakti (S4) diminta untuk menyelesaikan perselisihan industri antara perusahaan dengan pekerja yang merasa dirugikan. Hal tersebut dilakukan agar permasalahan diselesaikan secara bipartit (dua belah pihak).
"Kita akan melayangkan surat kepada para pihak (pekerja dan managemen PT S4). Intinya kita minta agar permasalahan diselesaikan secara bipartit," tegas Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan dan Syarat Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Dumai Muhammad Fadhly SH saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Senin (4/4).
Menurut Fadhly, surat tersebut dilayangkan guna menindaklanjuti laporan seorang pekerja PT S4 Dumai bernama Alijeri Lase (46) yang merasa dirugikan atas tindakan managemen PT S4 yang dinilai telah memperlakukannya semena-mena dan di berhentikan secara sepihak.
"Ini laporan baru sampai ditangan saya, setelah dipelajari kita minta managemen perusahaan menyelesdaikan secara dua pihak/ bipartit. Kalau nanti tak ditemukan titik temu biar kita mediasi," ujarnya.
Dikatakan Fadhly, sesuai ketentuan yang berlaku, setiap pekerja atau buruh dilindungi haknya untuk terhindar dari pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan sepihak oleh perusahaan. Kalaupun PHK tidak bisa dihindari, maka perundingan wajib dilakukan antara pihak buruh/pekerja dengan pihak perusahaan.
"Bila jalan keluar tidak juga ditemukan, maka perusahaan boleh melakukan PHK dengan catatan sudah ditetapkan secara resmi oleh lembaga yang berwenang melakukan itu. Perlu diketahui bahwa perusahaan tidak boleh melakukan PHK atas dasar perbedaan pandangan atau bila seorang pekerja berhalangan kerja karena sakit," jelasnya.
Menurutnya, seorang pekerja yang berada dalam kondisi cacat tetap juga tidak boleh di-PHK. Namun sering ada kasus di mana PHK tidak bisa dihindari karena perusahaan melakukan efisiensi tertentu di mana pengurangan buruh/karyawan menjadi hal mutlak yang harus dilakukan. Bila demikian yang terjadi, maka ada sejumlah ketentuan tentang jumlah uang pesangon yang diatur di dalam pasal 156 ayat 1 UU 13/2013 mengenai ketenagakerjaan. Di dalam ayat tersebut tertulis dengan jelas bahwa pengusaha diwajibkan membayar uang penghargaan atau uang pesangon kepada pekerja yang mengalami PHK.
Meskipun seorang pengusaha tidak boleh memutuskan hubungan kerja secara sepihak, namun perusahaan tetap bisa melakukan hal tersebut. UU no. 13/2003 menyebut bahwa pihak perusahaan bisa melakukan PHK bila terdapat kondisi sebagai berikut; Pekerja mengundurkan diri atas kesadaran sendiri, karena dikarenakan usia pension,
Namun pekerja yang mangkir terus menerus bisa menerima PHK. Umumnya perusahaan bisa melakukan hal tersebut ketika pekerja tidak masuk selama 5 hari terus menerus tanpa disertai keterangan tertulis. Dalam kondisi tersebut perusahaan harus memanggil pekerja secara patut dan dengan cara tertulis. Pekerja yang mangkir tetap mendapatkan uang pisah dan uang pengganti hak, yang besarannya tergantung peraturan perusahaan yang mengatur perjanjian kerja bersama.
Jika perusahaan mengalami kerugian dan pada akhirnya harus ditutup karena bangkrut. Jika demikian yang terjadi, maka PHK merupakan keputusan yang tidak bisa dihindari. Meski demikian, perusahaan mesti membuktikan kerugian yang ada dengan laporan keuangan yang telah diaudit oleh lembaga resmi atau akuntan publik. Selain itu perusahaan juga wajib memberikan uang pesangon sebesar satu kali, serta uang pengganti hak. "Hak normarif pekerja wajib diberikan perusahaan," tegas Fadhly.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pekerja PT S4 Dumai bernama Alijeri Lase (46) yang merasa dirugikan atas tindakan managemen PT S4 yang dinilai telah memperlakukannya semena-mena dan di berhentikan secara sepihak.
Menurut Ajileri Lase, dirinya sudah berulangkali mendatangi kantor perwakilan PT S4 di di Bukit Kapur. Namun, tidak ada kepastian dan perwakilan Managemen PT S4 di Bukit Kapur berdalih bahwa keputusan ada dipimpinan di Medan.
"Hak saya sebagai pekerja tak diberikan. Saya sudah kewalahan untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan anak saya yang sudah kuliah terpaksa berhenti sekolah lantaran tak ada biaya," keluhnya.
Laporan : REL
