BENGKALIS (RA) – Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Muhammad Syafii alias Fii dalam kasus narkotika di Kabupaten Bengkalis menuai protes dari keluarga.
Syafii yang berperan sebagai kurir dituntut 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp1 miliar, sedangkan Muhammad Zaidi alias Ajai yang merupakan pemilik narkoba hanya dituntut 2 tahun penjara.
Ketimpangan ini membuat keluarga Syafii merasa tidak mendapatkan keadilan. Syamsiatul Akbar, paman terdakwa, mempertanyakan alasan tuntutan JPU yang lebih berat terhadap keponakannya dibandingkan Zaidi yang jelas-jelas mengakui kepemilikan narkotika tersebut.
"Keponakan saya memang bersalah karena mengantarkan barang haram itu, tapi kenapa hukumannya lebih tinggi dari orang yang menyuruhnya? Ini tidak adil," ucap Akbar, Selasa (4/1/2025).
Dalam persidangan, Zaidi mengakui bahwa sabu yang diantar Syafii berasal darinya. Namun, JPU menilai Syafii sebagai perantara dalam transaksi narkoba, sehingga ia dituntut berdasarkan Pasal 112 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Sementara itu, Zaidi hanya dijerat dengan Pasal 127 ayat (1) huruf a, yang lebih ringan karena dianggap sebagai penyalahguna narkotika untuk diri sendiri.
Menanggapi kontroversi ini, Kepala Kejaksaan Negeri Bengkalis Dr. Sri Odit Megonondo melalui Kasi Intelijen Resky Pradhana Romli menjelaskan bahwa dalam kasus ini, Zaidi hanya dikategorikan sebagai pembeli, sedangkan Syafii sebagai perantara yang memperjualbelikan narkoba.
"Berdasarkan fakta persidangan, Zaidi meminta Ikramul alias Eka (DPO) untuk mengantar barang kepadanya, dan Eka menyuruh Syafii mengantarkan ke Zaidi. Ini dilakukan dalam konteks transaksi jual beli narkoba," ujar Resky.
Selain itu, barang bukti dalam kasus ini hanya 0,27 gram sabu, yang menurut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2010 dapat dikategorikan sebagai pemakaian pribadi jika di bawah 1 gram.
"Karena barang buktinya di bawah 1 gram, maka Zaidi dikategorikan sebagai pengguna berdasarkan Pasal 127, sementara Syafii sebagai perantara dikenakan Pasal 112," tambahnya.
Kasus ini bermula pada 10 Agustus 2024, saat Syafii diperintahkan Zaidi untuk mengantarkan 1 paket sabu kepada pembeli di parkiran RSUD Bengkalis dengan upah Rp50 ribu. Saat transaksi berlangsung, polisi menangkap Syafii dan mengembangkan kasus hingga menangkap Zaidi, yang kemudian mengaku bahwa barang tersebut berasal dari Ikramul alias Eka (DPO).
Dari kedua tersangka, polisi menyita 0,27 gram sabu. Syafii akhirnya dijerat sebagai perantara narkoba, sedangkan Zaidi dikategorikan sebagai pengguna.
Keluarga berharap hakim Pengadilan Negeri Bengkalis mempertimbangkan kembali tuntutan ini dan memberikan putusan yang lebih adil.
"Dari awal sudah jelas, keponakan saya hanya kurir, seharusnya hukumannya tidak lebih berat dari pemilik barang," pungkas Akbar.
Putusan akhir terhadap kedua terdakwa akan ditetapkan dalam sidang mendatang.