Kutukan buka warung makan ketika Ramadan

Kutukan buka warung makan ketika Ramadan
ilustrasi Masakan Padang.

NASIONAL (RA) - Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah'. Norma dasar itu menjadi pegangan hidup orang Minang dalam kehidupan sehari-hari termasuk juga dalam perantauan. Artinya adat syariat Islam yang terdapat pada Alquran dan Hadis. Norma itu juga menjadi landasan dari sistem nilai yang menjadikan Islam sebagai sumber utama dalam tata dan pola perilaku serta melembaga dalam masyarakat Minangkabau.

Masyarakat Minang dikenal sebagai pemegang teguh adat dari leluhurnya meskipun jauh dan hidup di perantauan. Apalagi kebanyakan dari masyarakat Sumatra Barat, 98 persen beragama Islam dan sangat teguh menjalankan syariat. Hal itu pun meresap pada tingkah laku dan pola perniagaan mereka.

Tak terkecuali di bulan Ramadan, adat Minang dikenal juga dengan kuliner khasnya diseluruh Nusantara yakni rumah makan Padang. Kebanyakan rumah makan Padang masih menjalani tradisi menutup warungnya ketika Bulan Ramadan. Namun kini, hal itu tak berlaku bagi sebagian perantauan Minang membuka warung makan Padang berada di sekitaran wilayah Jakarta. Mereka kini mengambil jalan tengah di antara menjalankan ibadah.

Menurut Antropolog dari Universitas Andalas juga pemerhati kuliner khas Minang, Nursyiwan Effendy, tunduknya orang Minang dengan syariat agama dikarenakan juga karena ada himbauan kepada setiap pemilik rumah makan Padang dari pemerintah kota dan kabupaten untuk tidak membuka warungnya ketika bulan Ramadan.

"Pertama pemerintah kota dan kabupaten menerapkan himbauan kepada rumah makan Padang tidak boleh membuka di siang hari," ujar Nursyiwan Effendy saat berbincang melalui sambungan seluler, Kamis pekan lalu. Dia menambahkan, kebanyakan orang asli Minang memang sudah turun temurun mempertahankan ajaran itu. Ada kepercayaan jika mereka tetap berjualan bakal tak laku.

"Kedua memang orang di sini meminta seperti itu. Dan di Padang juga enggak akan ada yang buka restoran siang ramai itu, tidak akan ada. Kemudian, mereka seimbanglah antara tuntutan hukum dan imbauan pemerintah kota dan kabupaten dan kondisi kalau jualan di siang hari mereka tidak akan laku," ujarnya.

Selain karena faktor itu, ada hal lain juga mendorong membuka warung Padang kala Ramadan tak laku, karena kebanyakan orang Minang lebih menyukai masakan dalam kondisi masih panas dan hangat. Sebagai contoh, sambal hijau di warung Padang yang baru di masak. Jika diolah dari pagi dan dijual sore hari, panganan penyedap masakan Minang itu tak akan memikat pembeli.

"Jadi kalau beli ada restoran pagi yang buka lalu dia mau beli tuh, itu sambal enggak akan dibeli tuh. Ngapain juga dibeli kan masaknya sudah pagi. Jadi waktu subuh mereka masak dan kita mau makan pas berbuka nah kan sambal itu sudah 10 jam," kata Nursyiwan sambil tertawa.

Nursyiwan juga mengatakan di Minang pelayan rumah makan pun diberikan pekerjaan tidak begitu berat ketika bulan Ramadan. Ada juga dari sebagian pemilik rumah makan Padang lebih meliburkan warungnya ketimbang buka ketika bulan Ramadan. Biasanya mereka akan buka kembali setelah Lebaran. "Kalau di Padang ini kalau pada bulan puasa lebih mengistirahatkan pegawainya tidak full time. Istilahnya dia buka 3 sore, tutup jam 10 malam," katanya. (merdeka.com)

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index