Ramalan Ekonomi RI dan Berbagai Ancaman Serius di 2017

Ramalan Ekonomi RI dan Berbagai Ancaman Serius di 2017
foto : Properti Kompas

Riauaktual.com - Ekonomi Indonesia diproyeksi mampu tumbuh 5,2% di tahun ini. Lebih baik dari realisasi tahun sebelumnya yang sebesar 5%. Tapi proyeksi ini bisa saja buyar, kalau berbagai hal yang mengancam Indonesia tidak tertangani dengan tepat.

Demikianlah hasil kajian dari PT Bank UOB Indonesia sebagaimana dikutip dari detikFinance, Selasa (01/08/2017).

"Optimisme UOB berdasarkan kepada stabilitas harga komoditas dan kinerja ekspor Indonesia yang tumbuh berkelanjutan. Kinerja ekspor yang positif memberikan kontribusi bagi mengecilnya defisit transaksi berjalan, yang akan meningkatkan sentimen positif bagi Indonesia," kata Presiden Direktur UOB Indonesia, Kevin Lam.

Ekspor yang terus beranjak naik sejak akhir tahun lalu memang jadi angin segar bagi perekonomian Indonesia. Setelah kejatuhan harga komoditas pada 5 tahun lalu yang membuat ekspor merosot jauh.

Pada semester I-2017, neraca perdagangan tercatat surplus. Di mana ekspor tumbuh 14%, sedangkan impor tumbuh 9%. Dari data tersebut, UOB memproyeksikan defisit transaksi berjalan terkendali pada level 1,8% terhadap PDB.

Inflasi memang akan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, seiring dengan berbagai kebijakan pengaturan harga oleh pemerintah. Diproyeksikan inflasi mencapai 4,4%. Sementara nilai tukar akan tetap stabil Rp 13.300/US$ sampai akhir tahun.

Terkait dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), penempatan defisit anggaran sedikti di bawah batas, yaitu 2,92% terhadap PDB memang cukup mengkhawatirkan. Akan tetapi melihat proyeksi pemerintah dan kebiasaan setiap tahun, defisit bisa dijaga 2,7% terhadap PDB.

Peringkat layak investasi dari Standard & Poor's dan pandangan positif dari Moody's dan Fitch's akan mendorong realisasi investasi lebih baik.

"Meskipun masih terjadi ketidakpastikan ekonomi global, investasi asing yang masuk ke Indonesia rata-rata per tahun sebesar US$ 29 miliar dalam empat tahun terakhir. Arus investasi diharapkan terus mengalir masuk dengan hadirnya berbagai inisiatif regional seperti seperti 'Belt and Road' dari Tiongkok yang merupakan inisiatif pembangunan infrastruktur dengan tujuan meningkatkan konektivitas. Inisiatif seperti ini akan menciptakan berbagai kesempatan pertumbuhan bisnis yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional," paparnya.

Pilihan pemerintah untuk pengembangan Indonesia timur dianggap sangat tepat. Dampaknya juga mulai terasa. Di 2016, Indonesia Timur berkontribusi sebesar 11,63% terhadap PDB Indonesia yang didukung oleh industri-industri, seperti pertanian, infrastruktur, layanan kesehatan, dan mineral.

"Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo berkomitmen tinggi dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi antara lain melalui proyek-proyek infrastruktur yang akan meningkatkan konektivitas atau keterhubungan antar pulau di Indonesia Timur. Kami yakin bahwa proyek-proyek tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kontribusi terhadap PDB Indonesia Timur," jelas Kevin.

Gejolak Ekonomi Global Mengancam RI

Konsekuensi dari negara dengan ekonomi terbuka yaitu harus siap dengan berbagai kemungkinan terburuk yang datang dari negara lain. Bahkan dari negara yang hubungan perdagangannya dengan Indonesia sangat kecil.

UOB memandang berbagai peristiwa global yang bisa pengaruhi ekonomi Indonesia. Di antaranya pemilihan umum di Jerman dan kelanjutan dari negosiasi Brexit yang bisa mendatangkan ketidakpastian ekonomi.

"Dalam waktu dekat, kita mengantisipasi dapat terjadinya gejolak ekonomi di pasar keuangan global sebagai dampak dari ketidakpastian peristiwa geopolitik di Eropa, Inggris, dan Asia, serta kebijakan-kebijakan ekonomi Amerika Serikat. Meski demikian, kami memperkirakan pasar keuangan serta pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan stabil, sehingga akan mendukung stabilitas harga komoditas dan perekonomian regional termasuk Indonesia," kata Ekonom Senior UOB Group, Suan Teck Kin.

Hal lain adalah dari AS. Meskipun sudah dalam proyeksi kebanyakan investor dan analis tentang kenaikan suku bunga acuan, tapi pernyataan dan sikap dari Presiden AS Donald Trump seringkali menimbulkan ketidakpastian.

"Bank sentral Amerika Serikat (AS); The US Federal Reserve, diperkirakan akan meningkatkan tingkat suku bunga sekali lagi di bulan September sebelum adanya pengumuman Balance Sheet Reduction di bulan Desember 2017. Jika tidak ada perubahan yang signifikan atas kebijakan fiskal, pajak perdagangan Amerika Serikat," terangnya.

China masih menyimpan risiko untuk Indonesia, baik dari sisi pasar keuangan maupun sektor rill. Ekonomi China masih dalam transformasi, dari investasi menuju konsumsi rumah tangga. Dalam beberapa kuartal terakhir, ekonomi China selalu bergerak di luar ekspektasi investor dan analis. Sehingga ke depan arah perekonomiannya pun tidak bisa dipastikan.

"Stabilitas perekonomian Tiongkok, depresiasi mata uang regional terhadap dolar AS akan dapat ditekan. Sementara walaupun beberapa negara yang berpotensi di Asia rentan terhadap penghindaran risiko (risk aversion), namun kekuatan fundamental ekonomi mereka diharapkan dapat memberikan pertahanan terhadap dampak arus investasi," tukasnya.

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index