Riauaktual.com - Rencana Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, menunjuk dua jenderal polisi menjadi pelaksana tugas Gubernur di Sumatera Utara dan Jawa Barat, ikut
dikritik Garda NKRI.
Ketua Umum DPP Garda NKRI, Haris Pertama, menjelaskan bahwa usulan tersebut harus dievaluasi.
"Tjahjo Kumolo enggak usah ngaco. Kami mengimbau agar kebijakan itu dievaluasi,” tegas Haris, Senin (29/1) kemarin
Menurut dia, kewajiban Polri adalah bersikap netral dalam setiap penyelenggaraan pemilu, termasuk Pilkada Serentak 2018. Penempatan perwira tinggi polisi menjadi Plt Gubernur berpotensi penyimpangan kewenangan atau tidak netral. Apalagi, ada mantan Kapolda Jabar, Irjen Pol (Purn) Anton Charliyan, yang diusung PDI Perjuangan sebagai calon wakil gubernur Jawa Barat.
Terlepas dari itu dia meminta agar birokrat sipil tidak memancing dan menarik TNI-Polri ke wilayah politik praktis atau ke wilayah pemerintahan sipil. Pasalnya, ada sejumlah mantan petinggi polisi dan militer yang ikut Pilkada 2018.
Keberadaan petinggi Polri sebagai Plt Gubernur akan berdampak negatif bagi Polri sendiri. Terutama untuk di Jabar dan Sumut, akan menjadi blunder pada citra Korps Bhayangkara.
"Polri harus independen dan profesional. Jika ini dipaksakan, kerawanan nasional akan menjadi parah khususnya Pilkada Serentak 2018 rentan konflik dan perpecahan," sebutnya.
"Bertepatan dengan pesta demokrasi, Petinggi Polri itu harus jadi wasit yang baik. Jangan seret sebagai pemain," sambungnya.
Baginya, langkah Tjahjo Kumolo juga telah merusak citra Kabinet Kerja Jokowi-JK di mata publik. Keputusan soal Plt Gubernur dari Polri menjadi kegaduhan di tengah ruang publik.
"DPP Garda NKRI juga akan mengambil sikap dan konsolidasi guna turun aksi ke Kemendagri dalam waktu dekat," pungkasnya.
Sumber : rmol.co
