Riauaktual.com - Indonesia melalui Kementerian Perindustrian telah menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk ban kendaraan sejak 2000. Kala itu, Kemenperin mengaku tidak mudah menerapkannya.
Salah satu kendalanya ada pada hambatan yang dilakukan oleh para importir. Sebab, mereka harus mengeluarkan biaya tambahan agar produk yang mereka datangkan diberi label SNI.
Hal itu dikatakan oleh Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin, Achmad Sigit, saat ditemui di Puncak, Jawa Barat pada Jumat malam 27 April 2018.
“Dari tahun 2000, saat kami melakukan SNI wajib untuk ban, selalu ada resistensi, selalu dari para importir," ujarnya.
Ia menjelaskan, standar SNI dibuat untuk melindungi produsen di dalam negeri dan juga konsumen. Selain itu, standar tersebut dibuat agar produsen mau membangun pabrik di Indonesia.
“Orang senang impor, tidak harus bangun pabrik, tidak investasi dan urus tenaga kerja. Tetapi, fokus Kemenperin kan mendatangkan investasi yang menyerap tenaga kerja,” tuturnya.
Menurutnya, ada kesalahpahaman tentang label SNI di kalangan masyarakat. Mereka menganggap, produk berlabel SNI kualitasnya tidak sebaik produk impor.
“SNI mengacu pada standar internasional. Untuk ban, standar paling tinggi Eropa dan Jepang. Kami gabung parameternya, sehingga produk ban kita SNI-nya lebih tinggi dibandingkan negara lain,” jelasnya. (Wan)
Sumber: Viva.co.id
