Yusril Sindir SBY Soal Perppu MK

Yusril Sindir SBY Soal Perppu MK
Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra. FOTO: int

JAKARTA, RiauAktual.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

Bagi mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, Perppu yang ditandatangani Presiden SBY itu telah kehilangan makna dan urgensi. Perppu tentang MK terlalu lama diterbitkan oleh Presiden terhitung sejak ditangkapnya Ketua MK nonaktif Akil Mochtar tanggal 2 Oktober yang lalu.

Tenggang waktu lebih dua minggu itu menyebabkan unsur kegentingan yang memaksa yang menjadi dasar diterbitkannya perppu menjadi hilang. Sebab dalam waktu lebih dua minggu itu telah terjadi "self recovery" di tubuh MK sendiri.

'Self recovery' itu terjadi karena intensifnya KPK, BNN, PPATK dan Majelis Kehormatan menangani kasus Akil. Sementara 8 hakim MK, dipimpin wakil ketuanya, juga berupaya sungguh-sungguh memulihkan kepercayaan rakyat melalui kinerja mereka.

"Saya termasuk orang yang setuju Presiden menerbitkan Perppu, segera sehari atau dua hari setelah KPK menangkap Ketua MK Akil Mochtar. Pada saat Ketua MK ditangkap KPK, adalah saat krisis kepercayaan dan keraguan yang luar biasa terhadap MK. Dalam situasi seperti itu ada unsur kegentingan yang memaksa, yang menjadi dasar bagi Presiden untuk menerbitkan Perpu guna memulihkan kepercayaan," kata Yusril, Jakarta, Jumat (18/10/2013).

Berbagai putusan MK dalam dua minggu terakhir, tanpa Akil, membuat kepercayaan rakyat berangsur pulih. Adanya self recovery MK itu menyebabkan perppu yang diterbitkan Presiden malam ini kehilangan makna dan urgensinya.

"Sebagai mantan Menkumham dan Mensesneg yang dulu sering menangani perppu, saya heran mengapa begitu lambat Presiden menerbitkan perppu ini. Padahal perppu tentang MK ini tergolong sederhana jika dibanding dengan Perppu Terorisme pasca Bom Bali tahun 2002 yang cukup rumit isinya," imbuhnya.

Krisis kepercayaan terhadap MK pasca tertangkapnya Ketua MK disebabkan oleh karena tidak ada pengawasan terhadap hakim-hakimnya. "Karena itu, jika saat itu Presiden menerbitkan perppu untuk mengawasi hakim MK, kepercayaan akan segera pulih. Pencari keadilan tidak ragu-ragu lagi," kata Yusril.

Menurutnya, karena hal yang mendesak hanya mengenai pengawasan, maka disarankan agar perppu itu isinya hanya itu saja, tidak mencakup yang lain. "Kalau mengenai syarat menjadi hakim MK dan pola rekrutmen hakim MK, tidak perlu dituangkan dalam Perppu. Presiden dapat mengajukan RUU saja ke DPR RI," kata mantan Menteri Sekretaris Negara itu.

Sewaktu dirinya bersama mantan Wakil Sekretaris Kabinet, Erman Rajagukguk, tidak lah terlalu lama membuat sebuah Perpu.

"Kita dulu bikin Perpu hanya hitungan jam, bukan hari. Apalagi hitungan minggu, karena paham sifat kegentingannya," kata Yusril. (rrm/inc)

Berita Lainnya

index