Current Date: Selasa, 09 Desember 2025

Soal Potensi Tsunami 29 Meter Di Jatim, Semoga Ramalan BMKG Tak Terjadi

Soal Potensi Tsunami 29 Meter Di Jatim, Semoga Ramalan BMKG Tak Terjadi
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati. (Foto: Istimewa)

Riauaktual.com - Tim ahli Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru-baru ini melakukan kajian soal gempa di Jawa Timur (Jatim). Hasilnya, bikin dag dig dug. Kata BMKG, ada potensi gempa 8,7 Skala Richter (SR) dan tsunami 29 meter di Jatim. Kita berdoa saja, semoga ramalan BMKG meleset. Amin.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menjelaskan, informasi yang dibuat bukan sekadar asbun alias asal bunyi. Sebab, pihaknya sudah melakukan pemantauan setelah terjadi dua gempa di Jatim tahun ini. “Tepatnya, akhir tahun kami melakukan evaluasi di wilayah Indonesia ini mengalami peningkatan kejadian gempa bumi di beberapa daerah,” ujarnya.

Bahasa sederhananya, sudah terjadi lompatan gempa dengan berbagai varian magnitudo. Sejak 2008, rata-rata kejadian 4-5 ribu. Namun di 2017, aktivitasnya meningkat hingga 7 ribu kali gempa. Bahkan pada 2018, aktivitasnya mencapai 11.900 kali, dan masih bertahan di atas 11 ribu pada 2019. Memang di 2020 gempa yang terjadi justru menurun, tapi masih di atas rata-rata 8.258 kali.

Menurutnya, gempa justru sering terjadi di wilayah Jatim, tepatnya di lepas pantai selatan Jatim dan klaster di selatan Selat Sunda, selatan Jawa Barat, kemudian juga selatan Jawa Tengah. Bahkan juga terjadi di sebelah barat kepulauan Mentawai yang dapat berdampak ke Sumatera Barat.

“Fenomena itu yang saat ini sedang kami amati, kami analisis, dan ternyata di wilayah Jawa Timur itu pun juga mengalami peningkatan gempa-gempa kecil sebelum terjadinya gempa yang berkekuatan 6.0 SR kemarin. Jadi kami sudah curiga sejak akhir tahun,” papar Dwikorita sebagaimana dikutip dari RM.id.

Dari sekian ratus kali gempa bumi, ada zona yang kosong alias seismic gap. Zona-zona kosong itulah yang dikhawatirkan, lantaran belum melepaskan energi sebagai gempa. Hal ini yang kemudian dijadikan skenario kemungkinan terjadi gempa tertinggi 8.7 SR. Soal kapan dan jaraknya, masih terus dikaji.

Namun, BMKG telah melakukan pemetaan terhadap beberapa kabupaten yang berpotensi genangan tinggi akibat tsunami. Beberapa daerah tersebut adalah: Pantai Teluk Sumbreng Trenggalek maksimal 22 meter, Pantai Popoh Tulung Agung 30 meter, Pantai Muncar Banyuwangi 18 meter, Pantai Pancer Banyuwangi 12 meter, Pantai Teluk Pacitan 22 meter, Pantai Pasirian Lumajang 18 meter, dan Pantai Tempursari Lumajang 18 meter.

Dwikorita mengimbau agar pemerintah daerah mempersiapkan jalur evakuasi. Sebab masih banyak hambatan di beberapa jalur evakuasi. Seperti di Pacitan, yang harus menyeberangi sungai. “Poinnya, agar jalur ini ditingkatkan fasilitasnya agar lebih memadai. Sehingga kalau berlari itu bisa terkejar (selamat),” pintanya.

Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Mitigasi BMKG, Daryono mengatakan, masyarakat agar tidak panik. Ia menegaskan, kapan dan di mana terjadinya gempa dan tsunami tidak ada yang tahu. Sebab, apa yang disampaikan adalah potensi gempa dan tsunami, berbeda dengan prediksi.

Bagaimana tanggapan para ahli? Ahli gempa bumi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natawijaya menilai, penting bagi masyarakat tidak panik. Apalagi, hasil kajian BMKG belum valid secara ilmiah, sebelum ada publikasi resmi. Meski begitu, dia juga membenarkan adanya megathrust di selatan Jawa, seperti di Sumatera.

Serangkaian gempa yang terjadi di beberapa wilayah di Jatim tidak berhubungan dengan megathrust itu. Ketimbang di Jatim, Danny malah lebih khawatir potensi gempa di barat Padang, Sumatera Barat. “Sumber gempa besarnya sudah di siklus akhir, bahkan sudah dalam periode pelepasan,” cetusnya.

Peneliti Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Amien Widodo menilai, permodelan yang dilakukan BMKG merupakan langkah awal yang tepat. Pemodelan ini menunjukkan worst scenario, karena dalam 5 bulan terakhir frekuensi gempa di Jatim sangat tinggi.

Menurutnya, kondisi ini patut dicurigai. Belajar dari gempa besar Yogyakarta, pada 27 Mei 2006 silam. Salah satu yang menjadi pertanda sebelum gempa adalah aktivitas kegempaan yang semakin sering. Saat itu, frekuensi gempa mengalami kenaikan, tetapi tidak lebih dari 50 gempa setiap bulannya. Sementara itu, di 5 bulan terakhir ini gempa yang terekam selalu lebih dari 500 kejadian.

“Sangat jauh perbedaan frekuensi tahun 2006 lalu dengan tahun sekarang ini. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita jauh lebih waspada,” pesan Amien.

Terlebih, tumbukan lempeng yang menyusun Jatim jaraknya sekitar 250-300 kilometer ke garis pantai. Hal itu menunjukkan gempa sangat mungkin terjadi di berbagai titik, di wilayah yang ada di sekitar zona subduksi. Yakni zona tempat terjadinya tumbukan itu.

Lalu apa tanggapan pemerintah? Menteri Sosial, Tri Rismaharini, tidak mau kecolongan. Ia bahkan sudah mengerahkan tim ke sejumlah wilayah di selatan Jatim. “Ini staf tak tugaskan mulai minggu ini, mereka akan menyisir,” kata Risma.

Ia juga akan melatih warga di sejumlah wilayah yang berpotensi terdampak bencana seperti Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Malang Selatan, Lumajang, Blitar Pasuruan, Probolinggo sampai Banyuwangi untuk melakukan mitigasi. Dengan begitu, masyarakat diharapkan bisa mengetahui langkah-langkah penyelamatan mandiri dan evakuasi.

Kader PDIP itu juga intens menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah dinas sosial sejumlah provinsi. Tak hanya Jatim, tapi juga Bali, dan Nusa Tenggara.

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index