Riauaktual.com - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melkiades Laka Lena menilai RUU Kesehatan sudah tuntas dibahas sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Prinsipnya, UU Kesehatan ini dari segi mekanisme sudah memenuhi syarat, dari segi substansi kami sudah mendengarkan dan yang masuk akal, pasti akan menjadi norma
Melki berpendapat aneh dengan rencana mogok kerja tenaga kesehatan yang tergabung dalam sejumlah organisasi profesi apabila RUU Kesehatan disahkan. Sebab DPR RI telah mendengarkan aspirasi dari organisasi profesi (OP), kesehatan terkait RUU Kesehatan. Bahkan, sebagian besar aspirasi mereka sudah dimasukkan ke dalam RUU Kesehatan.
"Teman-teman OP sudah sering bertemu kami, baik resmi maupun tidak resmi. Dari segi masukan, saya umpamakan dari 10 masukan, tujuh sudah masuk dan kami akomodir. Tiga ini tidak sesuai target dan ini menjadi bargaining dipakai untuk mogok, " ujar Melki dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk ‘RUU Kesehatan Jamin Perlindungan Kesehatan Bayi dan Ana di Indonesia?’ di Media Center Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/6/2023).
Melki menyarankan agar OP yang keberatan dengan RUU Kesehatan, melakukan penolakan sesuai dengan mekanisme yang ada. Ia menilai menolak dengan aksi mogok kerja tidak bijak karena bisa membahayakan pasien.
"Jangan lagi ada demo, jangan lagi ada mogok karena itu nanti dampaknya akan membuat pasien. Pertama pasien terlantar dan juga mungkin nanti akan mempengaruhi image orang terhadap tenaga kesehatan/tenaga medis, " katanya.
Sedangkan Anggota Baleg DPR Herman Khaeron mengusulkan penundaan pengesahan RUU Kesehatan Omnibuslaw yang telah diputuskan di tingkat pertama untuk disahkan dalam pengambilan keputusan tingkat dua atau rapat paripurna DPR. Alasannya, selain pentingnya UU tersebut bagi masa depan anak bangsa, RUU tersebut juga masih banyak hal penting yang perlu dibahas kembali.
Menurut Herman publik butuh penjelasan detail terkait beberapa persoalan dalam RUU kesehatan, seperti tuduhan liberalisasi sektor kesehatan, investasi bisa masuk, hingga peningkatan pendapatan nasional. "Penundaan pengesahan ini agar DPR itu benar-benar mewakili keinginan rakyat, bukan keinginan pemerintah, " kata Herman.
Sedangkan Wakil Ketua Umum PB IDI dr Slamet Budiarto mengatakan payung hukum kesehatan versi terakhir itu dianggap bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan secara universal dan Pancasila. Ada enam poin yang bertentangan dengan prinsip dan norma kedokteran. Pertama, hilangnya norma agama yang sebelumnya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Kesehatan.
"Misalnya, pada asas pembangunan kesehatan, kesehatan reproduksi, dan terkait aborsi, " katanya.
