Riauaktual.com - Komisi X DPR menyoroti dugaan penjiplakan lagu Halo-halo Bandung oleh Malaysia. Lagu yang muncul di salah satu kanal YouTube di Malaysia itu dibuat dengan instrumen yang sama dengan lagu Halo-halo Bandung ciptaan Ismail Marzuki.
Heboh dugaan penjiplakan lagu ini diketahui dari video YouTube lagu Helo Kuala Lumpur yang mirip dengan lagu Halo-halo Bandung. Selain instrumennya, lirik lagu Helo Kuala Lumpur bahkan nyaris sama dengan Halo-Halo Bandung.
Anggota Komisi X DPR Andreas Hugo Pareira menilai, Pemerintah perlu menyampaikan protes ke Malaysia terkait penjiplakan tersebut. Sebab penjiplakan ini tak hanya sekadar pelanggaran hak cipta, tapi juga mencederai rasa persaudaran antar-negara.
“Dirjen Kebudayaan bisa berkoordinasi dengan Kemlu (Kementerian Luar Negeri) untuk membuat nota protes ke Pemerintah Malaysia," kata Andreas, Rabu (13/9).
Penjiplakan lagu Halo-halo Bandung membuat geram masyarakat Indonesia, termasuk di jagat maya. Andreas mengatakan, Indonesia pantas protes karena Halo-halo Bandung merupakan salah satu lagu identitas negara, yang isinya tentang sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa.
“Karena itu menyangkut lagu perjuangan yang berkaitan dengan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Penjiplakan lagu Halo-halo Bandung oleh Malaysia telah menodai harga diri negara kita,” tegasnya.
Andreas mengatakan, karya seni budaya termasuk aset berharga yang dimiliki suatu bangsa. Apalagi lagu Halo-halo Bandung dibuat untuk mengenang perjuangan para pahlawan yang gugur saat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
"Halo-halo Bandung adalah lagu legendaris Indonesia yang telah menjadi bagian integral dari budaya dan sejarah musik Indonesia. Lagu ini menggambarkan keindahan dan kenangan tentang kota Bandung serta perjuangan pahlawan dengan cara yang unik dan indah," papar Andreas.
Andreas menyatakan, Indonesia harus tegas dalam menghadapi Malaysia. Sebab, bukan kali ini saja negeri jiran itu ‘mengklaim’ warisan budaya Indonesia. Dalam bentuk lagu daerah, Malaysia sempat menggunakan lagu Rasa Sayange untuk promosi pariwisatanya yang bertajuk Malaysia Truly Asia pada 2017. Rasa Sayange adalah lagu Indonesia asal Maluku yang diciptakan putra daerah, Paulus Pea.
Kemudian, Malaysia juga sebelumnya mengklaim 12 warisan budaya Indonesia, yakni pencak silat, wayang kulit, tari piring, tari tor-tor, angklung, batik, lunpia/lumpia semarang, alat musik godang sambilan, beras adan, hingga kuda lumping. Meski Malaysia memiliki kemiripan dalam hal budaya dengan Indonesia, Andreas menilai, kepemilikan budaya asli tidak boleh asal diakui.
"Ini adalah tindakan yang tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga menciptakan ketegangan antara dua negara tetangga, termasuk masyarakat kedua bangsa. Padahal sebagai saudara satu and rumpun, Indonesia dan Malaysia seharusnya bekerja sama dalam menjaga perdamaian dan harmoni di kawasan,” urai Andreas.