PEKANBARU (RA) - Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi Riau menggelar Musyawarah Kerja (Musker) pada 27-28 Oktober 2025, yang dihadiri oleh pengurus PMI serta kepala Unit Transfusi Darah (UTD) dari 12 kabupaten/kota se-Riau.
Ketua PMI Provinsi Riau, dr. Ma’al Arbor, mengatakan bahwa Musker tahun ini menjadi ajang evaluasi terhadap capaian kinerja sepanjang 2025 sekaligus perumusan arah kebijakan untuk tahun mendatang.
"Yang kita bahas adalah capaian kinerja tahun 2025, dengan melihat sejauh mana tujuan strategis tercapai. Fokusnya meliputi pelayanan donor darah, kesiapsiagaan penanggulangan bencana, layanan konflik dan krisis, pengembangan SDM serta relawan, transparansi penggunaan anggaran, hingga diplomasi kemanusiaan dan kemitraan strategis," jelas dr. Ma’al, Selasa (28/10/2025).
.jpeg)
Menurutnya, PMI Riau dan jajaran kabupaten/kota masih menghadapi sejumlah kendala, terutama keterbatasan sumber daya manusia (SDM), sarana operasional, dan fasilitas teknologi informasi (TI). Meski demikian, PMI tetap berkomitmen memperkuat pelayanan kemanusiaan berbasis masyarakat.
"Tahun 2025 ini kami fokus pada lima arah kebijakan, yaitu memperkuat layanan kemanusiaan berbasis masyarakat, meningkatkan kapasitas organisasi dan relawan, memperluas digitalisasi, memperkuat kemitraan lintas sektor, serta menjaga akuntabilitas publik," tambahnya.
.jpeg)
Untuk tahun 2026, PMI Riau menetapkan sejumlah program prioritas, antara lain peningkatan layanan donor darah dan bakti sosial, pembentukan posko siaga dan pelatihan relawan bencana, pelatihan dan sertifikasi bagi KSR, TSR, dan PMR, penggalangan dana publik serta kerja sama CSR dengan mitra perusahaan, hingga penguatan pelaporan digital dan media sosial PMI.
"PMI Riau berkomitmen memperkuat pelayanan kemanusiaan yang cepat, tepat, dan berintegritas menuju PMI yang tangguh, profesional, dan mandiri," tegasnya.
.jpeg)
Dalam kegiatan dua hari tersebut, PMI Riau menghadirkan sejumlah narasumber dari PMI Pusat, di antaranya Sudirman Said, mantan Menteri ESDM yang kini menjabat Ketua Bidang Organisasi PMI Pusat, serta Rafik, Ketua Bidang Hukum dan Aset PMI Pusat.

Selain itu, turut hadir Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau dan perwakilan dari Inspektorat Provinsi untuk memberikan pemaparan terkait tata kelola dan penggunaan dana hibah APBD.
"Kehadiran Dinas Kesehatan penting karena mereka pengampu anggaran hibah PMI di daerah. Begitu juga dengan Inspektorat yang memberi edukasi agar pengurus PMI lebih memahami tata kelola dana hibah sesuai aturan. Tujuannya agar ke depan tidak muncul masalah dalam pelaksanaan program kemanusiaan," ujarnya.
.jpeg)
Dia juga mengakui bahwa saat ini PMI, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, belum sepenuhnya mandiri karena masih bergantung pada dana hibah APBD. Namun, PMI Riau bertekad mulai mendorong kemandirian organisasi melalui pembentukan unit usaha sosial.
"Mandiri bukan berarti mencari profit, tapi mampu mengelola unit usaha yang hasilnya digunakan untuk mendukung operasional dan mengatasi kekurangan SDM. Semua itu butuh proses dan kebersamaan antar pengurus dan mitra," tutupnya. (GALLERI)
