JAKARTA (RA) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memastikan kasus dugaan persaingan usaha tidak sehat dalam penjualan air conditioner (AC) merek AUX segera memasuki tahap Sidang Majelis Komisi.
Proses pemberkasan yang dilakukan sejak beberapa waktu lalu telah resmi dinyatakan selesai dalam Rapat Komisi pada 12 November 2025.
Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur, mengatakan bahwa peningkatan status perkara ini menunjukkan adanya alat bukti awal yang cukup terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan tiga terlapor, yakni Ningbo AUX Electric Co., Ltd (AUX Electric), Ningbo AUX IMP. & EXP. Co., Ltd (AUX Exim), dan PT Teknologi Cipta Harapan Semesta (TCHS).
"KPPU telah menemukan bukti yang layak untuk membawa perkara ini ke Sidang Majelis Komisi. Dugaan pelanggaran terkait adanya hambatan kegiatan usaha yang dialami PT BEST dalam distribusi AC AUX di Indonesia," ujar Deswin Nur, Jumat (14/11/2025)
Kasus ini bermula dari pemutusan kerja sama secara sepihak oleh AUX Electric dan AUX Exim terhadap PT Berkat Elektrik Sejati Tangguh (PT BEST), yang selama dua dekade menjadi mitra penjualan sekaligus pihak yang berperan besar memperkenalkan AC AUX ke pasar Indonesia.
Menurut KPPU, PT BEST selama bertahun-tahun membangun pasar dan jaringan distribusi AC AUX hingga produk tersebut dikenal luas oleh konsumen. Namun pada 2024, AUX Electric dan AUX Exim memutus kerja sama tersebut setelah PT BEST mengalami serangkaian hambatan distribusi yang pada akhirnya membuat perusahaan itu tidak lagi mampu menjalankan bisnisnya.
Setelah memutus kerja sama dengan PT BEST, AUX Group menunjuk perusahaan baru, TCHS, sebagai distributor eksklusif sistem pendingin AUX di Indonesia.
Dari hasil penyelidikan, KPPU menilai telah terjadi tindakan yang berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai praktik yang menghambat kegiatan usaha pihak lain.
"Kami melihat adanya rangkaian tindakan yang menyebabkan PT BEST terhambat dalam kegiatan usahanya, sehingga muncul dugaan kuat terjadinya pelanggaran persaingan usaha tidak sehat," jelas Deswin.
Dalam proses persidangan nanti, Investigator KPPU dan para terlapor akan dihadirkan untuk menyampaikan pandangan masing-masing. Mereka juga berhak menghadirkan saksi maupun ahli untuk memperkuat argumentasi di hadapan Majelis Komisi.
Jika terbukti melakukan pelanggaran, para terlapor dapat dikenai denda hingga 50 persen dari keuntungan bersih atau 10 persen dari total penjualan, pada pasar bersangkutan selama periode dugaan pelanggaran terjadi.
Deswin menegaskan bahwa persidangan ini merupakan bagian dari komitmen KPPU untuk menjaga iklim usaha yang sehat, adil, dan kondusif bagi seluruh pelaku usaha di Indonesia.
"KPPU akan memastikan proses persidangan berlangsung transparan dan akuntabel. Tujuan utama kami adalah memastikan persaingan usaha berjalan sehat demi kepentingan konsumen dan pelaku usaha nasional," tutupnya.
