Riauaktual.com - Dalam peringatan 14 tahun meninggalnya aktivis HAM, Munir Said Thalib, kalangan aktivis mendesak pemerintah untuk menuntaskan kasus tersebut. Munir meninggal di atas pesawat Garuda Indonesia tujuan Belanda pada 7 September 2004.
Hasil otopsi menyatakan, Munir meninggal akibat diracun dengan arsenik. Sejumlah tersangka telah menjalani proses hukum, namun hal itu tidak menandakan kasus Munir sudah selesai.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ( KontraS), Yati Andriyani menuturkan, negara belum serius mengungkap dalang pembunuhan aktivis HAM Munir. Pihaknya berharap Presiden Jokowi dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian tidak menunda lagi penuntasan kasus Munir.
"Selama 14 tahun negara masih gagal mengungkap dalang pembunuh Munir. Pernyataan Presiden Jokowi bahwa kasus Munir adalah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan masih sebatas janji tanpa bukti," katanya di Kantor KontraS, Jalan Kramat II, Jakarta.
Yati menyinggung soal keberadaan dokumen penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir yang terkesan diabaikan. Pemerintah malah terus menghindar untuk memaksimalkan otoritas politiknya dalam pengungkapan kasus Munir.
"Termasuk mengabaikan kewajibannya untuk mengumumkan hasil penyelidikan TPF kepada masyarakat," ujarnya. Padahal, peluang pengungkapan kasus Munir sangat terbuka. Dimana hasil penyelidikan dan rekomendasi TPF bisa menjadi pintu masuk untuk membuka kembali berbagai temuan dan fakta dalam kasus ini.
Istri Munir, Suciwati menyebutkan, dibutuhkan orang-orang berintegritas untuk menuntaskan kasus pembunuhan suaminya yang terjadi pada 7 September 2004 lalu. "Artinya, ini jadi bagian dari harapan itu bahwa masih ada orang baik di pemerintahan ini. Jadi saya pikir, ini yang harus kita dorong," katanya.
Pihaknya juga mengapresiasi pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang memerintahkan Kabareskrim untuk meneliti kembali kasus pembunuhan Munir. Dia meminta agar Jokowi bisa memenuhi janjinya untuk menuntaskan kasus Munir dan kasus pelanggaran HAM berat lainnya.
Direktur Imparsial, Al Araf menambahkan, pengungkapan kasus pembunuhan Munir adalah tanggung jawab negara. "Negara tidak boleh berdalih, tidak boleh beralasan. Ini tanggung jawab konstitusi negara karena ada warganya yang mengalami ketidakadilan," katanya.
Menurut Al Araf, dukungan politik dari presiden akan sangat menentukan sejauh mana langkah-langkah maju dapat dimulai dalam pengungkapan kasus ini oleh Kabareksrim. Sementara Kabareskrim Komjen Arief Sulistyanto mengatakan, upaya pengungkapan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib masih berjalan.
"Dalam penyidikan itu tidak ada buka dan tutup. Ini kami tidak pernah menutup karena didalam penyidikan tidak ada konsep buka dan tutup," katanya.
Dalam kasus Munir, Polri sudah menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) sejak tahun 2004 ke Kejaksaan selaku Jaksa Penuntut Umum. Sejak saat itu, sebanyak empat berkas perkara dengan empat tersangka telah diproses hukum sampai dengan putusan pengadilan.
Jika dalam perjalanan kasus ini ditemukan fakta baru (novum) maka Polri akan melanjutkan penyidikan. Menurut Arief, Polri sedang mencari apakah ada fakta baru terkait kasus Munir. "Jadi kasus ini ada kemungkinan masih berjalan kalau ditemukan bukti baru tadi dan ditemukan fakta hukum baru untuk pengembangan kasusnya. Ini sedang dicari," ungkapnya.
Arief menambahkan, kasus pembunuhan Munir adalah salah satu kasus yang rumit. Pada 2004, dirinya menjadi salah satu penyidiknya. "Yang mengikuti kasus ini dari awal pasti tahu bagaimana pembuktian itu betul-betul complicated (rumit) karena saya waktu itu adalah salah satu tim penyidik," imbuhnya.
Sumber : rmol.co
