Nissa Sabyan dan Nashwa Zahira dalam Tatapan Mata Lelaki

Nissa Sabyan dan Nashwa Zahira dalam Tatapan Mata Lelaki
Nissa Sabyan (Instagram/@nissa_sabyan)

Riauaktual.com - Video Nashwa Zahira ketika audisi di salah satu ajang pencarian bakat sempat menjadi trending di YouTube. Judulnya “Suara Nashwa, bikin Kak Rizky pingsan!”

Suara Nashwa memang bagus, tapi apakah kekaguman Rizky Febian selaku juri semata-mata tertuju pada keindahan suara Nashwa? Nanti dulu.

Dari cara Rizky menatap, memuji, merayu, bahkan menggoda gadis berusia 13 tahun tersebut – dengan gombalan-gombalan mautnya, masa? – menunjukkan bahwa itu bukan cuma urusan suara.

Kalaupun Rizky yang laki-laki straight itu kagum atas kecantikan Nashwa, bukan begitu caranya. Bukan di forum audisi, dimana Rizky adalah seorang juri, sedangkan Nashwa sebagai peserta. Secara relasi, jelas timpang.

Ungkapan-ungkapan berbumbu rayuan dan gombalan yang dilontarkan Rizky kepada Nashwa, bahkan dengan diksi ‘ta’aruf’ atau ‘menjadi masa depanku’ seolah mempertegas bahwa sosok perempuan berhijab itu tidak sepenuhnya terlindungi dari apa yang namanya male gaze.

Male gaze bisa dibilang sebuah keadaan atau kebiasaan tanpa sadar (habitus) dimana hampir semua visual di dunia ini dibuat untuk menyenangkan penglihatan lelaki hetero.

Masih segar pula di ingatan kita, ketika kelompok musik gambus bernuansa pop bernama Sabyan, juga sempat trending di YouTube. Dengan menggandeng Khoirunnisa sebagai vokalis utama, nama grup Sabyan Gambus meroket dan meraih puncak popularitasnya berkat tembang-tembang sholawat.

Khoirunnisa atau akrab disapa Nissa Sabyan menjadi artis baru bernuansa religi. Terlepas dari segala kontroversinya, Nissa pernah dinobatkan sebagai anak muda yang bisa mengkampanyekan gerakan sholawat di kalangan remaja.

Yang menjadi pertanyaan, apakah audiens benar-benar bersholawat karena panggilan hati untuk melantunkan puji-pujian kepada Nabi? Semoga, iya. Artinya, tidak semata-mata terdorong karena rasa kagum terhadap kecantikan Nissa Sabyan dan suara merdunya ketika bersholawat.

Itu juga artinya video klip dari Sabyan Gambus bisa menjadi trending karena para penonton mengagumi cara bermusik Sabyan tanpa teralihkan fokusnya ketika menatap Nissa.

Tapi, bagaimana dengan ini?

Sebuah kiriman di akun Instagram yang berbau ‘religi’ tertulis, “Siapa ikhwan di sini yang rajin sholawat sejak ada doi (merujuk pada gambar utama, yaitu foto Nissa Sabyan)?”

Itu seolah menunjukkan bahwa bukan hanya nuansa religi yang diusung, melainkan juga visual vokalisnya. Dan, ternyata, mekanisme pasar atas pola pikir semacam itu masih bekerja.

Terbukti lagi, ketika saya mampir ke toko grosir hijab. Di sana sudah muncul “Pashmina Nissa Sabyan” sebagai salah satu model hijab yang mereka tawarkan. Lihatlah, bagaimana industri menjadikan perempuan, dalam konteks ini muslimah, sebagai obyek demi tujuan profit.

Dari beragam komentar sebagian warganet di video Sabyan dan ajang pencarian bakat juga bisa diamati bahwa fokus utama yang mereka tonton adalah kecantikan dari Nissa dan Nashwa, bukan kualitas suara mereka.

Saya sama sekali tidak mempermasalahkan kepiawaian mereka dalam bernyanyi. Toh, mereka memang bagus dan punya potensi ke depannya. Saya lebih melihat bagaimana respons sebagian masyarakat kita terhadap kehadiran sosok keduanya di layar kaca.

Masa sih, ini juga untuk menyenangkan tatapan sebagian lelaki?

Kehadiran perempuan muda, berhijab, dan pandai bernyanyi seolah menjadi oase yang menyegarkan untuk dinikmati. Kan ironi, terlebih di negeri yang sebagian rakyatnya merasa paling pantas lebih dahulu masuk surga.

Alih-alih berpegang teguh pada esensi hijab itu sendiri, hijab yang melekat pada Nashwa dan Nissa malah dianggap sebagai daya tarik tersendiri oleh sebagian laki-laki. Bahkan, kalau bisa dinikahi. Apa-apa kok urusannya nikah. Bukankah hijab itu bisa untuk melindungi perempuan dari tatapan laki-laki?

Tak bisa dipungkiri, belakangan ini hijab seolah menjadi ‘standar kecantikan baru’. Bahwa untuk bisa menjadi ‘cantik’, perempuan sebaiknya berhijab dan (syukur-syukur) bersuara merdu. Bagaimana mereka yang tidak berhijab cum tidak bersuara merdu?

Sebab itu, saya sepakat bahwa sebenarnya yang perlu diatur tidak melulu perempuan, entah itu cara berpakaian, berperilaku, atau berkarya. Dalam konteks sosial, tidak ada yang salah dari mereka yang berhijab atau tidak berhijab.

Laki-laki seharusnya paham bagaimana cara memperlakukan perempuan, baik yang berhijab maupun tidak. Pun, kalau mau dikembalikan lagi ke dalam konteks agama bahwa perempuan memang diminta untuk menutup dan laki-laki juga diharuskan untuk menjaga pandangan.

Jadi, jangan ambil sebagian aturan untuk menutup mata pada sebagian yang lainnya. Ehm…

 


Sumber : voxpop.id

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index