Current Date: Selasa, 16 Desember 2025

Kasus Persekusi Lolos, Anggota DPRD ini Tersandung Pasal Penistaan Agama

Kasus Persekusi Lolos, Anggota DPRD ini Tersandung Pasal Penistaan Agama
Ahmad Vanandza (kanan) dan korban persekusi

Riauaktual.com - Masih ingat dengan video viral tiga oknum anggota DPRD Samarinda dari Fraksi PDIP yang diduga mempersekusi warga, beberapa waktu lalu? Kasus ini ternyata sudah bergulir dan diselidiki di Mapolres Samarinda, Kalimantan Timur.

Desakan agar oknum wakil rakyat yang dituding telah persekusi masyarakat itu agar diadili dan dipenjara semakin menguat. Ini dengan adanya laporan yang telah diterima polisi.

Meski tidak mengetahui persis siapa pelapor dalam kasus yang viral di media sosial (Medsos) itu, namun Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Vendra Riviyanto, melalui Kasat Reskrim, Kompol Sudarsono memberikan keterangan jika yang melaporkannya adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Laporan yang telah diterima polisi sejak beberapa waktu lalu itu tidak menjurus pada dugaan persekusi. Justru terkait ucapan oknum dewan dalam video ketika memaksa dua pemuda melepas kaos bertuliskan #2019GantiPresiden.

“Untuk dugaan persekusinya hasil pengamatan kami belum masuk (tidak dapat dibuktikan),” terang Sudarsono.

Meski lepas dari tuduhan dugaan persekusi, tapi oknum dewan tersebut justru tersandung dengan perkataannya yang dianggap memenuhi unsur penistaan agama. Kalimat itupun menjadi “senjata” LSM yang kemudian membuat laporan.

“Kalimat yang menyebutkan Khalifah Taik itulah yang menjadi dasar laporannya,” ujar Sudarsono.

Atas dasar laporan itulah polisi memulai penyelidikan dengan merencanakan pemanggilan sejumlah saksi dan ahli guna dimintai keterangannya.

“Nanti kami akan memanggil MUI Samarinda sebagai saksi ahli dan juga saksi ahli bahasa,” tutur Sudarsono.

Dengan begitu polisi juga akan memanggil oknum anggota dewan yang dimaksud untuk dimintai keterangannya.

“Yang jelas kami masih melakukan pendalaman penyelidikan dengan memintai keterangan saksi-saksi,” tandasnya.

Situasi politik jelang Pilpres 2019 terus memanas. Kondisi ini merembet hingga ke daerah. Tak terkecuali di Samarinda. Deklarasi #2019GantiPresiden (#2019GP) yang digelar di Kota Samarinda, 15 September lalu harus dibayar mahal.

Penolakan yang dilakukan sebagian warga berujung pada dugaan aksi persekusi.
Ya, sebuah video yang tersebar di jagat maya memperlihatkan sekelompok massa yang mengadang dua orang pengendara motor mengenakan kaos bertuliskan #2019GantiPresiden.

Massa tersebut memaksa dua orang pemakai kaos itu membuka baju. Dalam video tersebut, terdapat tiga orang oknum anggota DPRD Samarinda dari Fraksi PDIP.

“Kalau mau ganti presiden jangan tinggal di sini. Tinggal di luar. Ini Indonesia bukan Arab,” begitu potongan salah satu kalimat yang dilontarkan Ahmad Vanandza.

Saat itu, Ahmad Vanandza membantah telah melakukan persekusi. Namun dia mengakui yang ada dalam video tersebut adalah dirinya.

Ia juga membatah dirinya dianggap menistakan agama. Politikus PDIP ini membantah melontarkan kata-kata tak senonoh yang dapat memicu kemarahan umat Oslam.

“Saya tidak bilang khilafah taik. Saya bilang, memangnya kamu mau bikin negara khilafah? (maaf, red) taik kamu. Ini negara republik. Itu yang saya katakan. Kalau mengganti presiden, berarti mengubah sistem dan saya tidak menyetujui Indonesia menjadi negara khilafah,” paparnya.

Menurutnya, saat itu hanya meminta warga untuk membuka kaos bertuliskan #2019GantiPresiden, karena sebelumnya kegiatan ini tak dizinkan oleh kepolisian. Namun, ada kesan memaksa deklarasi tersebut terlaksana.

“Waktu itu kami koordinasi juga dengan kepolisian. Katanya, izin mereka tidak ada,” tuturnya.

Dua anggota Fraksi PDIP lainnya yang terekam dalam video tersebut adalah Hairil Usman dan Suriani.

Sepekan kemudian, massa dari Partai Gerindra mendatangi DPRD Samarinda. Tujuannya meminta klarifikasi dari tiga oknum dewan tersebut atas perkataannya di video yang viral tersebut.

Ketua Partai Gerindra Andi Harun yang memimpin rombongan massa meminta agar oknum dewan itu meminta maaf di depan publik. Namun permintaan itu mendapat penolakan.

Pihak dewan sendiri melalui Wakil Ketua DPRD Samarinda, Siswadi mengaku akan mempelajari permintaan massa dan video tersebut secara seksama. Belakangan kelompok massa lainnya justru membuat laporan resmi ke Mapolres Samarinda.

 

Sumber : pojoksatu.id

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index