Riauaktual.com - Di tengah Pemerintah Kota Pekanbaru berpacu waktu membangun berbagai infrastruktur di Kawasan Industri Tenayan (KIT), ternyata masih ada keluarga kurang mampu yang tinggal di rumah yang jauh dari kata layak huni.
Yurneti (49), warga Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru ini tinggal berdua bersama anaknya yang masih duduk di bangku sekolah menangah tingkat atas.
Ini yang membuat miris itu. Dimana satu keluarga ini sempat dijanjikan menerima manfaat program bantuan bedah rumah, namun bantuan yang diharapkan tak kunjung datang sampai saat ini.
"Dua tahun lalu ada orang dinas sosial kesini dan mendata rumah kami. Tapi tak jelas sampai sekarang. baru-baru ini kami tanyakan, katanya karena covid," ungkap Yurneti.
Lebih menyayat hati lagi ketika janda paruh baya ini menceritakan soal kehidupannya. Jangankan bedah rumah, bantuan untuk keluarga miskin seperti raskin (beras miskin,red) atau PKH, baru ia rasakan dua bulan belakangan.
"Dua bulan inilah baru kami mendapat bantuan beras, telur satu papan, kacang padi. Sebelumnya kami tak mendapat bantuan apa-apa," tukasnya.
Soal rumah peninggalan orantuanya yang sudah didata Dinas Sosial tersebut, Eti mengatakan tanah tersebut masih atas nama kakaknya.
"Suratnya belum dipecah lagi. Karena untuk memecah surat tersebut saya tidak memiliki uang. Jadi, sampai sekarang masih atas nama kakak saya," sebut Eti.
Gubuk Derita
Yurneti bersama anak bungsunya tinggal di rumah yang sangat tidak layak di tengah rumah-rumah yang berdiri kokoh di lingkungan tempat dia tinggal. Tepatnya di Jalan Cipta Karya Gg Sepat No 5, Kelurahan Sialang Munggu, Kecamatan Tampan.
Sejak ia memutuskan pisah dari suaminya 12 tahun silam, perempuan yang akrab disapa Eti ini membanting tulang menghidupi dirinya dan anak-anak. Mulai dari menjadi babu di rumah orang, jualan serabutan, sampai sekarang berjualan langkok-langkok (rempah) di Pasar Limapuluh.
Pendapatan sehari yang ia peroleh sangat jauh dari cukup. Jangankan untuk melakukan perbaikan rumah, perabot rumah saja tidak terbeli.
"Di rumah ini tak ada apa-apa. Jangankan kasur atau lemari, tilam untuk tidur saja tak punya. Kami berdua tidur beralaskan tikar, itupun pemberian orang," lirihnya.
Parahnya, jika hujan tiba. Atap rumah banyak yang bocor. Mereka berdua beranak mesti mencari tempat untuk istirahat di sudut ruangan yang tidak bocor.
Tak hanya itu, dinding rumah yang sudah lapuk juga banyak yang bolong. Bahkan untuk sekedar menempelkan spanduk di dinding tak bisa. Dan tak jarang juga hewan melata seperti Ular, Lipan, Kalajengking, kerap masuk ke rumahnya.
Tak berlebihan jika Eti sangat berharap adanya bantuan pemerintah untuk merehab rumahnya. Dan ketika kabar itu sampai kepadanya, Eti bergegas mengurus. Sayang, upaya yang dilakukannya belum sesuai dengan harapan hingga saat ini.
Perempuan Tangguh
Salut untuk wanita yang satu ini. Meski ekonominya jauh dari kata mapan, namun ia bukan tipe perempuan yang pantang menyerah. Berbagai upaya ia lakukan untuk bisa bertahan hidup tanpa harus mengemis kepada orang lain.
"Selagi tulang empat kerat ini masih bisa bekerja, saya tidak akan menjadi peminta-minta. Bagi saya, ini ujian dari Allah SWT, dan itu harus kita jalani dengan ikhlas," ucap Eti yang tampak tegar, meski sedikit bergetar menahan tangis.
Dirinya juga tidak menyalahkan keadaan, justru ia merasa ada manfaat lain dari kemelaratannya ini. Dimana setiap Senin dan Kamis ia tak pernah tinggal untuk melaksanakan puasa sunah.
"Alhamdulillah, aku bisa melaksanakan puasa sunat Senin - Kamis. Mungkin kalau aku orang berada belum tentu aku bisa melakukannya," ujarnya lagi. (sier)
