Riauaktual.com - Pemerintah bayangan di Myanmar pada Kamis (3/6/2021) mengajak etnis minoritas Rohingya untuk membantunya menggulingkan junta militer. Mereka menjanjikan kewarganegaraan dan repatriasi bagi komunitas Muslim yang teraniaya di Myanmar di masa depan.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintahan pemenang pemilu pimpinan Aung San Suu Kyi dan pemerintah Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dalam kudeta 1 Februari lalu.
Tindakan keras dan brutal terhadap oleh junta terhadap pihak-pihak yang berbeda pandangannya, telah menewaskan lebih dari 800 orang, menurut kelompok pemantau lokal.
Sekelompok anggota parlemen yang digulingkan, kebanyakan dari NLD, membentuk pemerintahan bayangan yang disebut "Pemerintah Persatuan Nasional" atau NUG. Mereka berusaha menyatukan semua pihak anti-kudeta.
Junta telah mengklasifikasikan NUG sebagai teroris, yang berarti siapa pun yang berbicara dengan mereka, termasuk wartawan, dapat dikenai tuduhan di bawah undang-undang kontra-terorisme.
"Kami mengundang Rohingya untuk bergandengan tangan dengan kami dan dengan yang lain untuk berpartisipasi dalam revolusi musim semi ini melawan kediktatoran militer," kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.
Selama ini etnis Rohingya menjai "kelompok yang dipinggirkan" di Myanmar. Bahkan Pemerintah NLD pimpinan Aung San Suu Kyi telah menghindari istilah Rohingya karena kepekaan di antara kelompok-kelompok etnis di negara mayoritas penganut Buddha tersebut. Merekja menyebut minoritas sebagai "Muslim yang tinggal di Rakhine".
Di Myanmar, etnis Rohingya secara luas dilihat sebagai penyelundup dari Bangladesh dan telah ditolak kewarganegaraannya, haknya, dan akses ke layanan selama beberapa dekade di bawah apa yang disebut Amnesty International sebagai kondisi seperti apartheid.
NUG juga berjanji untuk mengakhiri undang-undang kewarganegaraan 1982 yang mendiskriminasi Rohingya, menjanjikan semua yang lahir di Myanmar atau warga negara Myanmar akan diberikan kewarganegaraan.
Kelompok itu juga menyatakan berkomitmen untuk memulangkan semua Rohingya yang mendekam di kamp-kamp di Bangladesh segera setelah pemulangan dapat dilakukan secara sukarela, aman dan bermartabat.
Lebih dari 740.000 etnis Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh setelah kampanye militer berdarah pada 2017 yang dikecam PBB sebagai pembersihan etnis.
Militer mengklaim, operasinya dibenarkan untuk membasmi gerilyawan Rohingya menyusul serangkaian serangan mematikan terhadap pos polisi.
Aung San Suu Kyi membela tindakan tentara dan bahkan pergi ke Den Haag untuk membantah tuduhan genosida di pengadilan tinggi PBB.
Lebih dari 600.000 etnis Rohingya sebagian besar tetap berada di negara bagian Rakhine utara tanpa kewarganegaraan, dengan pergeraka terbatas pada kamp atau desa mereka, banyak yang tidak dapat mengakses perawatan medis.
Sumber: AFP
