Riauaktual.com - Antrean kendaraan di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) akibat kelangkaan biosolar kian parah. Tidak saja menyebabkan kemacetan di jalan, namun ekses ekonomi masyarakat juga kian terganggu. DPRD Pekanbaru mendesak Pertamina sebagai otoritas yang paling berkompeten bertanggung jawab untuk mengambil solusi.
"Sampai kapan antrean biosolar ini terjadi? Apakah memang harus dibiarkan begitu saja? Pertamina harus bertanggung jawab mengambil solusi karena hal itu adalah tupoksinya," ujar Wakil Ketua DPRD Pekanbaru, Tengku Azwendi Fajri, Rabu (9/3/2022).
Politisi Demokrat ini meminta agar Pertamina memberikan jaminan pasokan yang cukup kebutuhan biosolar di Pekanbaru. Dampak dari pengurangan kuota bisolar tak boleh dibiarkan begitu saja karena akan menciptakan persoalan sosial dan ekonomi masyarakat.
Selain menjamin pasokan yang cukup, jaminan kelancaran distribusi pasokan juga harus diberikan oleh Pertamina. Ia meminta Pertamina untuk mencari solusi secara sungguh-sungguh kelangkaan biosolar di Pekanbaru.
"Sepenuhnya ini menjadi tanggung jawab Pertamina untuk memenuhi kebutuhan biosolar, sekaligus memberikan jaminan kelancaran distribusi pasokan biosolar ke SPBU," tegas Azwendi.
Azwendi mengaku miris mendengar berkurangnya kuota biosolar tahun ini dibanding realisasi pasokan tahun lalu.
"Secara logika, kebutuhan tiap tahun kan meningkat. Tetapi kok kuota malah berkurang. Pertambahan kendaraan terus terjadi, kok malah kuota dibatasi. Aneh nya lagi, di Riau justru harga BBM jenis Dexlite lebih tinggi dari beberapa daerah lainnya. Sebelumnya Rp9.300 menjadi Rp13.000 lebih per liter," cetus Azwendi.
Ia juga menyerukan kepada jajaran pemda di Riau untuk mengajukan keberatan kepada Pertamina atas penurunan kuota biosolar. Apalagi, Riau merupakan penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia yang menjadi bahan baku biosolar.
"Ironis sekali, provinsi penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia, namun antrean biosolar mengular. Ada hal yang harus dikoreksi sehingga hal ini tidak terus-terusan terjadi. Ini hal yang tak logikal," pungkas Azwendi.
