Memperkuat Bukti Korupsi M Adil, KPK Geledah 4 Lokasi di Kepulauan Meranti

Memperkuat Bukti Korupsi M Adil, KPK Geledah 4 Lokasi di Kepulauan Meranti
Penyidik KPK. (ist)

Riauaktual.com - Penyidik omisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeledah empat lokasi di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, pasca OTT Bupati nonaktif Muhammad Adil. Dari penggeledahan itu, KPK memperoleh sejumlah bukti-bukti terkait kasus yang Adil dan 2 orang lainnya.

"Keempat lokasi tersebut antara lain Kantor Bupati, Kantor Sekda, Rumah Dinas Jabatan Bupati dan Rumah Dinas Kepala BPKAD," kata Jubir KPK Ali Fikri, Rabu (12/4).

Adil terlibat tiga kasus sekaligus, yakni dugaan tindak pidana korupsi pemotongan anggaran di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), gratifikasi atau penerimaan fee jasa umrah dan suap auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Riau.

Penggeledahan itu untuk memperkuat bukti tindak pidana oleh M Adil. Bukti yang didapat digunakan dalam pengembangan penyidikan.

Ali menjelaskan penggeledahan tersebut membuahkan hasil. Tim mendapatkan sejumlah bukti yang dibutuhkan dalam proses penyidikan M Adil.

"Diperoleh bukti dokumen, surat dan bukti elektronik," jelas Ali.

Tak ayal, bukti tersebut, akan disita oleh penyidik dan dibawa ke Jakarta untuk ditelisik. Bukti itu nantinya akan dibawa ke pengadilan.

"Segera dilakukan penyitaan sebagai barang bukti," tegas Ali.

Diketahui, M Adil terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Kamis (6/4) malam. Selain M Adil, tim KPK juga mengamankan Kepala Badan Pengelolaan Keuangam dam Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih dan  Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau, M Fahmi Aressa.

Saat ini ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. M Adil dan Fitria Nengsih ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih dan  M Fahmi Aressa ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

M Adil yang terpilih sebagai Bupati Kepulauan Meranti pada 2021 diduga memerintahkan para kepala SKPD untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU).

"Masing-masing  SKPD  kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang pada MA. Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan MA dengan kisaran 5 s/d 10 persen untuk setiap SKDP," jelas Ali.

Selanjutnya setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai disetorkan kepada pada Fitria Nengsih yang menjabat Kepala BPKAD  Kepulauan Meranti, sekaligua orang kepercayaan M Adil.

"Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan MA diantaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan MA untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau ditahun 2024," jelas Ali.

M Adil juga menerima gratifikasi sebesar Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah (TM)  yang bergerak di bidang travel perjalanan umrah pada Desember 2022. Uang itu diterima M Adil melalui Fitria Nengsih yang juga menjabat Kepala  Cabang PT TM  untuk proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti. 

Sementara di kasus suap, M Adil berupaya agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh Wajar Tanpa Pengecualian. 

"MA bersama-sama FN memberikan uang sekitar Rp1,1 miliar pada MFH selaku Ketua Tim Pemeriksa  BPK Perwakilan Riau," terang Ali.

Dari hasil penyidikan sementara, M Adil diduga menerima uang sekitar Rp26, 1 miliar dari berbagai pihak. "Ini akan ditindaklanjuti dan didalami lebih detail oleh Tim Penyidik," tutur Ali.

Akibat perbuatan itu, M Adil dijerat pasal berlapis, yakni sebagai penerima suap, M Adil  melanggar Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20  Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Sebagai pemberi suap, M Adil melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat  (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan 

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU  Nomor 20  Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. 

Fitria Nengsih sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana  Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Sedangkan, M Fahmi Aressa sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11  dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang  Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berita Lainnya

index