Ini 5 Media Massa yang Diberedel oleh Soeharto di Era Represif Orde Baru

Ini 5 Media Massa yang Diberedel oleh Soeharto di Era Represif Orde Baru
Ilustrasi koran (Foto: Pixabay)

Riauaktual.com - Rezim Orde Baru dikenal sangat represif dan antidemokrasi. Pemerintahan yang dipimpin Soeharto akan langsung membungkam setiap kritik. Media massa yang kritis terhadap penguasa akan dicabut izin bahkan diberedel.

Ada sejumlah media massa sudah diberedel secara paksa oleh pemerintah kala itu karena dianggap mengganggu kekuasaan yang otoriter.

Soeharto membentuk Depertemen Penerangan untuk mengontrol pers agar tetap berada di jalur ketiak kekuasaan, sehingga tak leluasa menjalankan fungsi pengawasan.

Ternyata aksi represif Soeharto ke media saat itu menimbulkan perlawanan yang kian hari makin membesar dan masif hingga akhirnya terjadilah reformasi lewat aksi massa yang berhasil menurunkan Soeharto dari tampuk kekuasaan.

Media massa yang pernah diberedel pada era Orba adalah Majalah Tempo, Harian Sinar Harapan, Harian Indonesia Raya, Harian Rakyat, dan Harian Abadi.

1. Majalah Tempo

Majalah Tempo mengalami pembredelan pada dua periode: pertama pada 1982 dan kedua pada 21 Juni 1994. Pada 1982, Tempo diberedel karena dianggap terlalu tajam dalam mengkritik rezim Orde Baru dan Partai Golkar. Tempo kembali diizinkan terbit setelah menandatangani pernyataan dengan Menteri Penerangan saat itu, Ali Murtopo.

Pada 1994, Tempo kembali diberedel setelah mengkritik pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur yang dianggap tidak transparan. Pembredelan ini dilakukan oleh pemerintah melalui Menteri Penerangan saat itu. Para jurnalis mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sebagai bentuk perlawanan terhadap kontrol informasi oleh pemerintah.

Setelah pemberedelan kedua, Tempo berhenti beroperasi selama empat tahun dan kembali muncul pada 12 Oktober 1998 setelah lengsernya Presiden Soeharto.

2. Harian Sinar Harapan

Sinar Harapan, yang pertama kali terbit pada 27 April 1961, mengalami beberapa kali pembredelan. Pertama kali dibredel pada 2 Oktober 1965 untuk mencegah ekspos peristiwa G 30 S-PKI. Kemudian, pada Juli 1970, terkait laporan Komisi IV mengenai korupsi.

Pada Januari 1972, Sinar Harapan diberedel karena pemberitaan tentang larangan Presiden kepada menteri untuk memberikan fasilitas pada proyek mini. Pada Januari 1974, terkait peristiwa "Malari", sejumlah media termasuk Sinar Harapan kembali dibredel.

Puncaknya, pada Oktober 1986, SIUPP Sinar Harapan dicabut setelah memuat headline “Pemerintah Akan Cabut 44 SK Tata Niaga Bidang Impor”, mengakibatkan Sinar Harapan berhenti terbit selama 15 tahun.

3. Harian Indonesia Raya

 Harian Indonesia Raya, yang mengalami dua kali masa penerbitan pada era Orde Lama dan Orde Baru, juga pernah mengalami pembredelan. Pada 21 Januari 1974, terkait peristiwa Malari, Indonesia Raya bersama sebelas surat kabar dan satu majalah berita diberedel tanpa batas waktu.

Dua pimpinannya, Mochtar Lubis dan Enggak Bahau'ddin, ditahan karena diduga terlibat dalam peristiwa Malari sebelum dibebaskan tanpa syarat.

4. Harian Rakyat

Harian Rakyat, yang pertama kali terbit pada 31 Januari 1951, mengalami beberapa kali pembredelan. Penutupan pertama terjadi pada 13 September 1957 selama 23 jam, dan berikutnya pada 16 Juli 1959 karena memuat pernyataan CC PKI. Pada 2 November 1959, Harian Rakyat kembali dibredel oleh Penguasa Perang.

Pembredelan terakhir terjadi pada 3 Oktober 1965 setelah peristiwa G30S-PKI, yang mengakibatkan banyak aktivis dan pendukung surat kabar tersebut dipenjara dan dibunuh.

5. Harian Abadi

Harian Abadi, yang diterbitkan oleh Partai Masyumi, juga mengalami pembredelan. Pada 1974, terkait pemberitaan peristiwa Malari, Harian Abadi bersama tujuh surat kabar lainnya diberedel.

Wartawan Harian Abadi kemudian ditampung di Koran Pelita. Peristiwa Malari merupakan demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan sosial yang terjadi pada 15 Januari 1974.

 

 

Sumber: Okezone.com
 

Berita Lainnya

index